Sunday, October 9, 2011

Rose and the Pirates of Dimensia (part 6)

“Sudah seberapa jauh kita dari Tuan Nol?” tanya Natasha sambil terengah-engah. “Aku tidak tahu!” jawab Li. “Teruslah berlari!” Kami langsung mengumpulkan tenaga sebanyak-banyaknya untuk berlari. “Kutangkap kalian, anak-anak jelek!” teriak Arnold. “Oh ya?” kataku.
“Ke sini! Cepat! Ada kapal kecil khusus kalian berdua!” kata Li. “Bukannya kamu mau ikut?” tanyaku. “Nanti aku akan menyusul ke kapal Kapten Andres, tujuan kalian,” bisik Li. “Baiklah!” Aku dan Natasha segera melompat ke dalam kapal kecil tersebut. “Sampai ketemu lagi, Arnold! Terimakasih banyak atas pertolonganmu!” pamit Natasha. Li melambaikan tangan kepada kami. Aku mulai mengayuh kapal dengan dayungnya yang besar.
“Kita kembali ke kapal Kapten Andres lagi!” seruku girang. “Tunggu dulu, Rose. Sekarang pukul berapa?” Natasha mengganggu kesenanganku. “Kurasa sekarang sudah sekitar jam 7,” ujarku sambil melihat jam tangan. “Berarti lautnya pasang! Rose, kau harus berhati-hati! Nanti kita diterjang ombak!” saran Natasha. “Nat, kamu kan juga ikut mendayung! Kamu juga harus hati-hati!” tukasku. “Baiklah,” Aku dan Natasha mulai mendayung kapal dengan semangat.
Jdeeeer! “Wah, mau hujan! Pasti bakal ada badai, nih!” kataku panik. “Masa’ kita balik lagi? Kita sudah ½ perjalanan, nih!” elak Natasha. “Kamu mau mati?” tanyaku dengan nada tinggi. “Tidak, tapi kita sudah mau sampai!” tukasnya. “Jadi gimana, dong?” tanyaku lagi. “Yaaah, mendingan kamu berhenti mendayung, biarkan aku yang mendayungnya. Gimana?” usul Natasha. “Ide bagus!” Aku berhenti mendayung, dan Natasha yang mengambil alih dayungku tadi.
Aku duduk diam di belakang Natasha. Aku memandangi laut biru yang dalam dan langit hitam bergemuruh. Zraaaash! Hujan turun. “Rose, apa kamu tak menutup kepalamu dengan tangan? Nanti kamu masuk angin,” kata Natasha. “Kalau kamu, Nat?” balasku. “Aku sih, tak apa-apa, tapi kan kamu orangnya sensitif, jadi lebih baik jangan kena hujan,” ujar Natasha. Ah, Natasha baik sekali. Aku segera menutup kepalaku dengan koran.
“Di sini dingin banget, ya? Udah gitu gelap, lagi,” komentar Natasha. Aku mengangguk setuju. “Lebih dingin daripada di kamarmu, Nat,” candaku. Kami tertawa. “Memang. Ibuku bilang, kamarku harus dingin, agar tidurku nyenyak. Tapi, nanti bibirku pecah-pecah!” jelas Natasha. “Harusnya kamu matikan saja AC di kamarmu kalau sudah terlalu dingin,” saranku. “Baiklah.” Natasha terus mendayung.
“Eh, kayaknya ada cahaya, deh,” ucapku. “Iya! Ada cahaya! Dan cahayanya semakin mendekat!” tambah Natasha. BRAK! Kami menabrak cahaya itu. “Cahayanya berasal dari sebuah kapal!” seruku. Kami melihat siapa pengemudi kapal itu.
Ternyata, pengemudinya adalah seseorang bertopi fedora, berjas putih dengan strip hitam di lengan kirinya, celana hitam, dan sepatu hitam. “Maikel Jeksen!” seru Natasha. Maikel Jeksen melambaikan tangan. “Ayo naik lewat tali ini!” Ia melemparkan tali ke arahku dan Natasha. Kami memanjat tali tersebut.
“Kalian kok bisa sampai ke sini?” tanya Maikel Jeksen. “ Kami tersedot sebuah vortex, sampai di kapal Kapten Andres, diculik oleh anaknya yang bernama Arnold, dan kabur dengan kapal kecil itu,” jawabku. “Arnold? Seperti apa orangnya?” tanya Maikel Jeksen lagi. “Orangnya jahat. Pirang dan mata biru. Mirip si MacBook,” kataku lagi. “Wah, ternyata dia bereinkarnasi!” ujar Maikel. “Sudah kuduga. Untung saja sudah kupasang Li untuk memata-matainya.”
“Li? Li adalah rekanmu?” Natasha terkejut. “Tadi ia menolong Rose yang dikurung Tuan Nol!” Maikel mengangguk. “Aku memang menyuruhnya untuk membebaskan Rose,” katanya sambil menyeruput jus lemonnya. “Ngomong-ngomong, bereinkarnasi itu apaan, sih? Tadi aku melihat buku itu di buku yang dipegang Natasha,” tanyaku. “Yah…bukunya tertinggal di kapal,” desah Natasha. “Tenang saja, kapal kalian tadi masih ada, kok. Lagipula, bukunya masih di tanganmu, Natasha,” hibur Maikel sambil menunjuk buku di tangan Natasha.
“Buku itu ada di tanganku? Ya ampun!” Natasha menepuk dahinya. Aku dan Maikel tertawa. “Dasar pikun!” ejekku. “Tapi apa dulu itu reinkarnasi? Tadi kan aku sudah tanya!” Maikel ikut-ikutan menepuk dahinya. “Aku juga lupa.” Kami bertiga tertawa.
“Reinkarnasi itu, Rose, orang yang sudah mati terlahir kembali menjadi orang lain! Mengerti kan, maksudku?” akhirnya Natasha menjelaskan. Aku mengangguk mengerti. “Apakah kalian sudah makan malam?” tanya Maikel mengalihkan topik. “Belum,” jawabku dan Natasha serempak. “Ayo makan dan tidur di sini! Hari ini Theo memasak makaroni panggang,” ajak Maikel. “Baiklah,” Aku dan Natasha mengikuti Maikel menuju ruang makan.


“Terimakasih atas hidangannya, Maikel!” kataku. “Makasih!” tambah Natasha. “Sama-sama,” jawab Maikel. “Tapi sebenarnya, kalian mau ke mana, sih? Kan seram, pergi malam-malam!” Aku menjawab, “Kami akan ke kapal Kapten Andres dan menemui Li yang menyusul. Tapi kami menabrak kapalmu, dan terjadilah ini.”
“Oh, begitu. Besok pagi, aku akan mengantar kalian ke sana,” kata Maikel sambil mengerdipkan mata. “Terimakasih sekali, Maikel!” seruku. “Di manakah kamar kami, ngomong-ngomong?” tanya Natasha. “Di ujung sana. Kalian boleh bangun kapan saja, tapi jangan jam 11.” Jawab Maikel. “Ya sudah kalau begitu. Kami ke kamar dulu, ya!” kami meninggalkan Maikel dan berjalan ke kamar yang sudah disediakan Maikel. Selamat malam, semuanya!
Apa yang akan terjadi besok? Bagaimana nasib Li? Apakah Maikel Jeksen masih mempunyai hubungan darah dengannya?
Bagian selanjutnya adalah jawabannya!

Tuesday, September 20, 2011

Rose and the Pirates of Dimensia (part 6)

“Sudah seberapa jauh kita dari Tuan Nol?” tanya Natasha sambil terengah-engah. “Aku tidak tahu!” jawab Li. “Teruslah berlari!” Kami langsung mengumpulkan tenaga sebanyak-banyaknya untuk berlari. “Kutangkap kalian, anak-anak jelek!” teriak Arnold. “Oh ya?” kataku.
“Ke sini! Cepat! Ada kapal kecil khusus kalian berdua!” kata Li. “Bukannya kamu mau ikut?” tanyaku. “Nanti aku akan menyusul ke kapal Kapten Andres, tujuan kalian,” bisik Li. “Baiklah!” Aku dan Natasha segera melompat ke dalam kapal kecil tersebut. “Sampai ketemu lagi, Arnold! Terimakasih banyak atas pertolonganmu!” pamit Natasha. Li melambaikan tangan kepada kami. Aku mulai mengayuh kapal dengan dayungnya yang besar.
“Kita kembali ke kapal Kapten Andres lagi!” seruku girang. “Tunggu dulu, Rose. Sekarang pukul berapa?” Natasha mengganggu kesenanganku. “Kurasa sekarang sudah sekitar jam 7,” ujarku sambil melihat jam tangan. “Berarti lautnya pasang! Rose, kau harus berhati-hati! Nanti kita diterjang ombak!” saran Natasha. “Nat, kamu kan juga ikut mendayung! Kamu juga harus hati-hati!” tukasku. “Baiklah,” Aku dan Natasha mulai mendayung kapal dengan semangat.
Jdeeeer! “Wah, mau hujan! Pasti bakal ada badai, nih!” kataku panik. “Masa’ kita balik lagi? Kita sudah ½ perjalanan, nih!” elak Natasha. “Kamu mau mati?” tanyaku dengan nada tinggi. “Tidak, tapi kita sudah mau sampai!” tukasnya. “Jadi gimana, dong?” tanyaku lagi. “Yaaah, mendingan kamu berhenti mendayung, biarkan aku yang mendayungnya. Gimana?” usul Natasha. “Ide bagus!” Aku berhenti mendayung, dan Natasha yang mengambil alih dayungku tadi.
Aku duduk diam di belakang Natasha. Aku memandangi laut biru yang dalam dan langit hitam bergemuruh. Zraaaash! Hujan turun. “Rose, apa kamu tak menutup kepalamu dengan tangan? Nanti kamu masuk angin,” kata Natasha. “Kalau kamu, Nat?” balasku. “Aku sih, tak apa-apa, tapi kan kamu orangnya sensitif, jadi lebih baik jangan kena hujan,” ujar Natasha. Ah, Natasha baik sekali. Aku segera menutup kepalaku dengan koran.
“Di sini dingin banget, ya? Udah gitu gelap, lagi,” komentar Natasha. Aku mengangguk setuju. “Lebih dingin daripada di kamarmu, Nat,” candaku. Kami tertawa. “Memang. Ibuku bilang, kamarku harus dingin, agar tidurku nyenyak. Tapi, nanti bibirku pecah-pecah!” jelas Natasha. “Harusnya kamu matikan saja AC di kamarmu kalau sudah terlalu dingin,” saranku. “Baiklah.” Natasha terus mendayung.
“Eh, kayaknya ada cahaya, deh,” ucapku. “Iya! Ada cahaya! Dan cahayanya semakin mendekat!” tambah Natasha. BRAK! Kami menabrak cahaya itu. “Cahayanya berasal dari sebuah kapal!” seruku. Kami melihat siapa pengemudi kapal itu.
Ternyata, pengemudinya adalah seseorang bertopi fedora, berjas putih dengan strip hitam di lengan kirinya, celana hitam, dan sepatu hitam. “Maikel Jeksen!” seru Natasha. Maikel Jeksen melambaikan tangan. “Ayo naik lewat tali ini!” Ia melemparkan tali ke arahku dan Natasha. Kami memanjat tali tersebut.
“Kalian kok bisa sampai ke sini?” tanya Maikel Jeksen. “ Kami tersedot sebuah vortex, sampai di kapal Kapten Andres, diculik oleh anaknya yang bernama Arnold, dan kabur dengan kapal kecil itu,” jawabku. “Arnold? Seperti apa orangnya?” tanya Maikel Jeksen lagi. “Orangnya jahat. Pirang dan mata biru. Mirip si MacBook,” kataku lagi. “Wah, ternyata dia bereinkarnasi!” ujar Maikel. “Sudah kuduga. Untung saja sudah kupasang Li untuk memata-matainya.”
“Li? Li adalah rekanmu?” Natasha terkejut. “Tadi ia menolong Rose yang dikurung Tuan Nol!” Maikel mengangguk. “Aku memang menyuruhnya untuk membebaskan Rose,” katanya sambil menyeruput jus lemonnya. “Ngomong-ngomong, bereinkarnasi itu apaan, sih? Tadi aku melihat buku itu di buku yang dipegang Natasha,” tanyaku. “Yah…bukunya tertinggal di kapal,” desah Natasha. “Tenang saja, kapal kalian tadi masih ada, kok. Lagipula, bukunya masih di tanganmu, Natasha,” hibur Maikel sambil menunjuk buku di tangan Natasha.
“Buku itu ada di tanganku? Ya ampun!” Natasha menepuk dahinya. Aku dan Maikel tertawa. “Dasar pikun!” ejekku. “Tapi apa dulu itu reinkarnasi? Tadi kan aku sudah tanya!” Maikel ikut-ikutan menepuk dahinya. “Aku juga lupa.” Kami bertiga tertawa.
“Reinkarnasi itu, Rose, orang yang sudah mati terlahir kembali menjadi orang lain! Mengerti kan, maksudku?” akhirnya Natasha menjelaskan. Aku mengangguk mengerti. “Apakah kalian sudah makan malam?” tanya Maikel mengalihkan topik. “Belum,” jawabku dan Natasha serempak. “Ayo makan dan tidur di sini! Hari ini Theo memasak makaroni panggang,” ajak Maikel. “Baiklah,” Aku dan Natasha mengikuti Maikel menuju ruang makan.


“Terimakasih atas hidangannya, Maikel!” kataku. “Makasih!” tambah Natasha. “Sama-sama,” jawab Maikel. “Tapi sebenarnya, kalian mau ke mana, sih? Kan seram, pergi malam-malam!” Aku menjawab, “Kami akan ke kapal Kapten Andres dan menemui Li yang menyusul. Tapi kami menabrak kapalmu, dan terjadilah ini.”
“Oh, begitu. Besok pagi, aku akan mengantar kalian ke sana,” kata Maikel sambil mengerdipkan mata. “Terimakasih sekali, Maikel!” seruku. “Di manakah kamar kami, ngomong-ngomong?” tanya Natasha. “Di ujung sana. Kalian boleh bangun kapan saja, tapi jangan jam 11.” Jawab Maikel. “Ya sudah kalau begitu. Kami ke kamar dulu, ya!” kami meninggalkan Maikel dan berjalan ke kamar yang sudah disediakan Maikel. Selamat malam, semuanya!
Apa yang akan terjadi besok? Bagaimana nasib Li? Apakah Maikel Jeksen masih mempunyai hubungan darah dengannya?
Bagian selanjutnya adalah jawabannya!

Sunday, July 10, 2011

Rose and the Pirates of Dimensia (part 5)

“Bolehkah aku membacanya?” tanya Natasha. “Silahkan saja. Toh itu bukan bukuku,” jawabku. Natasha mengambil buku ilmu hitam tersebut. “Tebal juga bukunya,” komentarnya. Ia mulai membuka halaman pertama.
“Cara menjadi penyihir hitam…..bla bla bla……penyihir hitam dapat menyihir orang….bla bla bla…..mereka juga dapat membuat ramuan……bla bla bla…..penyihir hitam ada banyak…..salah satunya adalah Mystique Brown…..bla bla bla…..,” Natasha membaca keras-keras setiap tulisan yang ada di buku itu, termasuk tulisan yang ada di pakaian para penyihir hitam tersebut. Walaupn begitu, ia hanya membutuhkan waktu ½ jam untuk membaca buku setebal itu! Keren sekali! Aku takjub akan kehebatan Natasha. Padahal, dulu ia tidak seperti itu, lho.
“Bukunya seru, lho! Mau baca, Rose?” tawar Natasha. “Sepertinya aku akan butuh waktu bertahun-tahun membaca buku itu agar bisa sejahat Arnold,” jawabku sambil menggelengkan kepala. “Tidak, terimakasih.” Natasha mengerdipkan mata. Itu artinya ia punya ide.
“Kita bawa saja buku ini! Dengan begitu, kita dapat melawan Arnold yang jelek!” usul Natasha. “Ide bagus! Sekarang, ayo kita kabur dari sini,” ujarku. “Tapi bagaimana?” tanya Natasha. Berputarlah mengelilingi meja makan ini, lalu kita akan sampai di kubah emas,” jawabku. “Ayo mulai!” Kami berputar-putar mengelilingi meja makan.
“Wah, kita benar-benar sampai di sini!” kata Natasha takjub. “Keren banget!” Aku mengangguk. “Aku juga tidak tahu. Harusnya kita tanya saja pada Arnold,” kataku. Kami berjalan di jalan setapak yang berada di samping kubah emas. “Natasha, kok kamu nggak dikurung?” tanyaku. “Sebenarnya, Rose, aku diajak makan malam oleh Arnold. Tapi, aku tidak lapar, karena yang disediakan bukan pisang bakar. Huh!” jawab Natasha. Aku tertawa. “Menurutmu, mengapa ia tidak mengajakku?” tanyaku lagi. “Mungkin ia dendam kepadamu. Aku juga tidak tahu,” ujar Natasha.
Akan tetapi, di tengah jalan, kami bertemu dengan seorang berpakaian ninja. “Apakah kamu orang yang dikurung dan minta tolong?” tanya orang itu sambil menunjukku. “Iya. Memangnya kenapa?” balasku bertanya. “Aku adalah penolongmu. Dan sejujurnya, namaku Li,” kata orang itu sambil membuka penutup kepalanya. “Terimakasih, Li. Ngomong-ngomong, bisakah kamu membantu kami kabur?” tanyaku. Li menghela napas, lalu berkata,
“Sebenarnya, aku ingin menolong kalian dan membebaskan diri dari sini, karena aku tidak suka menjadi ‘ninja’ gadungan. Tapi karena aku butuh uang untuk menghidupi diri sendiri, maka aku rela kerja di sini, dengan bos yang menyedihkan, seperti yang kalian tahu.” Aku dan Natasha mengangguk mengerti. “Kalau begitu, mengapa kamu tidak ikut kami saja?” tawar Natasha. “Baiklah.” Kata Li. “Terimakasih, ehm, siapa nama kalian?” “Aku Rose Worthingale, dan dia Natasha Thornton,” jawabku. “Terimakasih, Rose dan Natasha! Aku akan menunjukkan kalian jalan keluar yang paling cepat!” Li memimpin kami.
Ternyata, Li membawa kami menuju tempat “parkir” kapal. “Naiklah kapalku,” kata Li menunjuk kapal berwarna putih. “Bagus sekali kapalmu,” pujiku. “Terimakasih!” ujar Li. Aku mengangguk. Kami bersiap-siap melompat ke kapal Li, tapi ada seseorang yang datang. “Sembunyi!” bisik Li. Aku dan Natasha bersembunyi di dalam sebuah kapal yang jauh dari kapal Li.
“Li! Apa yang kamu lakukan?” tanya sebuah suara. Jelas. Suara Arnold. “Tidak, tidak apa-apa,” jawab Li, ketakutan. “Jadi, apa yang kamu lakukan di tempat parkir kapal?” tanya Arnold lagi. “Saya hanya ingin memeriksa kapal saya. Saya tidak berencana untuk kabur,” kata Li.
“Kasihan Li! Aku akan mengutuk Arnold!” ujar Natasha kesal. “Jangan, Nat!” bisikku. “Aku tidak peduli! Sini….kucari dulu mantra yang cocok….ini dia!” Natasha berlari dari tempat persembunyiannya. “Aku akan segera kembali!” serunya lagi. Aduh, Natasha. Aku tak ingin kamu ditangkap oleh Arnold yang tidak punya hati, seperti tokoh operet yang pernah aku tonton. Maafkan aku telah membawamu ke duniaku yang aneh. Natasha, aku menyayangimu. “Natasha, aku akan menyusulmu!” Aku berlari secepat cahaya untuk menyusul Natasha.
Ternyata Natasha sedang mengutuk-ngutuk Arnold dengan mantra yang (sayangnya) tidak berhasil. “Jadius Kodokus! Makanus Tinjanus! Matius! Dodoliprus!” teriaknya lantang. “Natasha! Kamu ngapain?!” tanyaku kebingungan. “Ugh, Rose! Tolong aku!” serunya. “Baiklah,” kataku. Lalu aku bergaya seperti orang mau berkelahi.
“DENGAN KEKUATAN BULAN, AKU AKAN MENYERANGMU!!! HIYAAAAAAAAAA!!!” Aku menirukan tokoh kartun kesukaan kakakku, Sailor Moon, lalu aku berlari ke arah Arnold dan menggebukinya. “Bagus sekali, Rose!” kata Natasha. “DENGAN KEKUATAN NATASHA THORNTON, KAU AKAN HANCUR, ARNOLD HANGUS!” Natasha ikut menyerang Arnold. Sekarang, Arnold tak akan bisa apa-apa, karena kekuatan persahabatan aku, Rose dan Natasha! Friendship rocks!
Setelah Arnold babak belur, aku dan Natasha berhenti menyerangnya. “Sekarang mau apa, Tuan Nol? Mwahahahahahahahaha! Impas! Kualat!” aku tertawa. Arnold mengerang kesakitan. “Oh, kasihan sekali si Anak Mami! Cup cup cup, Mami ada di sini!” ejek Natasha. Li ikut tertawa. Tawanya sangat keras.
“Oh ya?” kata Arnold. Tiba-tiba ia tidak terlihat babak belur lagi. “Oh tidak! Aku ingat, penyihir hitam kan punya kekuatan untuk menyembuhkan dirinya sendiri! Tidaaaaak!” teriak Natasha. “Rose, Natasha, aku punya satu cara untuk melawan Arnold!” bisik Li. “Apa itu?” tanya kami serempak. “LARI!!!!” Aku, Natasha, dan Li lari. Arnold mengejar kami.
Apakah Rose, Natasha, dan Li dapat lolos dari kejaran Arnold? Apakah kalian ingin tahu profil Rose dan teman-teman? Apakah ada manusia bermata kuning? (canda)
Tunggu saja!

Belieber (Katy Perry - E.T. parody)

I am freaking out now
My friend sings Justin Bieber
Although her voice’s so bad

My room is messy now
Just because my friend tried
To find the NSN

I said, “Go away!”
She didn’t do what I say
She kept on singing Baby
She sticks lots of posters
Of that ugly singer

You like a whole another guy
A different musician
Go away, my friend
Or I’ll kick you out of my big and wide room

*I hate Justin Bieber
Stop saving his weird photos
From Google Images
Stop singing his dumb songs
I don’t like the lyrics
It tells the same story

Friend, you’re a Belieber
Your English’s so bad
You’ve pissed me off right now
A wicked Belieber

Next time, if you’re coming
I’ll turn off my computer
So you can’t find his videos
I’ll hide my magazines
So you can’t borrow it again

You like a whole another guy
A different musician
Go away, my friend
Or I’ll kick you out of my big and wide room

(back to *)

You’re driving me crazy
I don’t know what do
Macaulay Culkin is better
I wanna get rid of Bieber
Let me play You Rock My World
I’ve had enough from you….oh!

(back to *)
A wicked Belieber
A wicked Belieber
Friend, you’re a Belieber
Your English’s so bad
You’ve pissed me off right now
A wicked Belieber

Saturday, July 9, 2011

The Weird Kitchen Song (Sara Bareilles - King of Anything parody) by me!

I’ll cook the dinner
In my small and dirty kitchen
While you watch TV
I’ve got things to prepare before I start to cook
Like the pan and spatula don’t forget the oil

I’ve got to wash my hands
Although they are so clean
But I never care
So let me start cooking dinner
Without you wasting my precious time
Go watch the big game

I hate to break it to you, friend
I’m freaking out here
Where is the pepper?

*This is the weird kitchen song
So please help me
‘Cause I’m dying in the kitchen
And this is the weird kitchen song
Oh my!
Forgot to chop the onions

I need coriander
Cumin and galangal
For the veggie soup
But you expect me to
Buy it at the market
And the market is so far
Gotta ride a taxi

I’m also out of gas
Can’t continue cooking
You’re laughing at me
You’re so busy watching news
About the marriage of Prince William
I hate you, my weird friend
You must cook tomorrow

**This is the weird kitchen song
You must help me
To make the yummy veggie soup
And this is the weird kitchen song
Oh my!
Out of gas, gonna buy a jar
For all night, I’ve tried
To figure out how to grate the cheese
Licking the ginger
Waiting for my selfish friend
To buy me the spices

***This is the weird kitchen song
You helpless friend
Don’t you watch the television
‘Cause this is the weird kitchen song
Oh my!
The stuffed turkey is a big mess
(back to *)

Let me take a rest, friend
I am so tired

Rose and the Pirates of Dimensia (part 4)

“Oh ya? Aku tidak percaya! Jadi kau bekerja sebagai apa?” tanya Natasha. “Mungkin ia bekerja sebagai budak!” ledekku. Aku dan Natasha tertawa lagi. “Diam!” kata Arnold. Tapi kami tidak diam. “Tua, tua, tua bangka! Tua, tua, tua bangka! Terkenalnya sementara doang! Kamu kocak deh!” seruku. “Untung saja sekarang aku hanya suka Maikel Jeksen! Meskipun menurutku mata biru dan rambut pirang itu keren…,” “Maksudnya aku? Makasih, Rose!” Natasha kegeeran. “Ih, jangan kegeeran deh, Nat!” umpatku. “Hehehe…,” Natasha nyengir.
“Ngomong-ngomong, kita mau ke mana, Nol?” goda Natasha. “Ke mana aja boleh,” jawab Arnold singkat. “Baiklah, kalau begitu, bawalah kami ke dunia antah berantah!” perintahku. “Sudahlah Rose Worthingale, biarkan saja Tuan Nol membawa kita ke ‘mana aja boleh’!” hibur Natasha, terkikik geli. “Baiklah.” Aku bertopang dagu (hanya satu tangan yang diborgol).
“Sekarang jam berapa, Tuan Nol?” tanyaku. “Jam berapa, ya? Kasih tahu, nggak ya?” jawab Arnold. Wah, ia membalas! Aku kicep. “Hahaha, kehabisan kata-kata, ya? Hahahahahahahahahahahaha!” sekarang Arnold yang tertawa. “Tidak. Aku hanya mau diam saja,” aku berbohong. “Kau berbohong!” elak Arnold. Serius, semuanya berjalan dengan aneh. “Aku ingat kamu! Aku pernah menangkapmu, dan sekarang aku menangkapmu lagi! Bersama temanmu!” tiba-tiba Arnold berseru. “Aku pernah ditangkap sama orang kayak kamu? Maaf, ya! Aku nggak level sama orang dodol!” ejek Natasha.



Entah di mana aku sekarang. Kurasa aku sudah tidak di kapal Arnold lagi. Hal yang terakhir aku ingat adalah aku tertidur dalam perjalanan menuju ‘mana aja boleh’. Tapi siapa yang menaruhku di tempat gelap dan kotor ini? Dan, di manakah Natasha?
Aku berusaha mengeluarkan diri dari tempat ini, tapi sia-sia. Tempat ini sangat sempit. Aku berteriak minta tolong. “Keluarkan aku dari sini! Tolong aku!” Aku terus berteriak seperti itu, tapi tak ada yang mendengar. Aku mulai menangis. “Ya Tuhan….bebaskan aku dari penderitaan ini…,” isakku. “Aku bosan berada di sini!”
Tiba-tiba dinding terbelah menjadi dua. Seseorang menarikku. “Aku akan membebaskanmu! Cepat, ikut aku!” kata orang itu. “Baiklah,” Aku mengikuti orang itu sampai di sebuah kubah emas. “Terimakasih telah menolongku. Ngomong-ngomong, siapa kamu?” Orang itu, yang berpakaian seperti ninja (kayak si Arnold tadi) tidak menjawab, lalu langsung kabur.
“Sepertinya ini adalah tempat persembunyian Arnold,” gumamku. “Sekarang aku tinggal mencarinya dan Natasha. Tapi aku bingung, mengapa semua orang memakai pakaian seperti ninja? Apakah mereka ingin menjadi Ninja Hatori, tokoh kartun kesukaan adikku?” Aku berjalan memutari kubah itu.
Tiba-tiba saja, saat aku berhenti berputar, aku berada di depan sebuah rak buku! “Apakah ini perpustakaan?” tanyaku. Di depanku juga ada sebuah buku. Judulnya Ilmu Sihir Hitam. “Buku apa ini?” Aku penasaran, lalu mulai membacanya. “Hmm....ada Daftar Penyihir Hitam Masa Kini! Aku lihat, ah,” aku meneliti bagian itu.
Di bagian itu, Daftar Penyihir Hitam Masa Kini, terdapat foto-foto. Aku terus membuka lembaran-lembaran buku tersebut. Setiap aku membuka lembaran, fotonya bertambah. Lalu aku melihat foto yang familiar. Tentu saja. Itu adalah foto Arnold. “Arnold adalah penyihir hitam?! Pantas saja dia dapat menyihirku menjadi kuda poni!” seruku terkejut. Lalu, aku melihat informasi di bawah foto Arnold.
Salah satu penyihir paling jahat sepanjang masa. Sebenarnya, dia adalah orang baik. Mulai belajar ilmu hitam tahun 1994. Memiliki ilmu untuk bereinkarnasi. Dulu, akrab dengan penjual popcorn nomor 1 di dunia, Maikel Jeksen.
“Oh,” ujarku. Tapi aku melihat salah satu kalimat. “Memiliki ilmu untuk bereinkarnasi? Bereinkarnasi?! Ampun, deh! Buku ini pasti sangat dahsyat, dapat membuat anak innocent begitu menjadi penyihir kejam! Aaaaaaaaaaaaaaaaah!” Aku berteriak-teriak. Tanpa sadar, aku berjalan memutari rak buku tadi.
Dan lagi, ketika aku berhenti berputar, aku sudah berada di tempat lain. Di depanku, ada sebuah meja makan besar berwarna coklat. Kemudian, ada seorang anak. Anak itu tak lain adalah Natasha. “Hei, Rose!” panggilnya. “Sini!” Aku menghampiri Natasha.
“Bukankah kamu dikurung?” tanya Natasha. “Bagaimana kamu bisa lolos?” Aku menjawab. “Aku dibebaskan oleh seseorang berbaju ninja, seperti Tuan Nol tadi. Lalu aku sampai di perpustakaan, dan aku ke sini,” “Kalau buku itu?” Natasha menunjuk buku yang kupegang. “Eh…buku apa ini? Lho, kok , tiba-tiba ada di tanganku? Serem!” aku melempar buku itu ke lantai. “Padahal tadi aku nggak bawa, lho.”
“Emangnya itu buku tentang apa, sih? Nanya nggak dijawab!” desak Natasha. “Itu buku tentang….ilmu hitam,” jawabku bergidik ngeri. “Entah mengapa, tiba-tiba buku itu berpindah ke tanganku.” Natasha mengangguk mengerti.
Apa Natasha tertarik membaca buku ilmu hitam tersebut? Dimanakah Arnold? Siapakah penulis cerita ini?
Semua terjawab di bagian selanjutnya, saudara-saudara!

Friday, July 8, 2011

Rose and the Pirates of Dimensia (part 3)

Aku memandang Natasha tajam. “Aku lupa,” bisiknya sambil nyengir. “Jadi, kita akan makan apa, Kapten Andres?” tanyaku lagi. “Maafkan aku, tapi kami hanya punya nasi putih,” ujar Kapten Andres lesu. “Aaaah, nggak seru nih, si Kapten!” protes Natasha. “Sudahlah, Natasha. Aku baru ingat kalau aku menaruh sebungkus biskuit di kantung celanaku. Ambillah,” Aku menyerahkan biskuit kepada Natasha. “Makasih!” Ia langsung melahapnya. Sekarang lenyap sudah makananku.
“Tidak apa-apa, Nona Muda. Aku juga punya kue wortel untukmu,” hibur Kapten Andres. “Kalian berdua tak usah makan nasi.” “Tapi itu tidak adil!” sahut seorang teman Kapten Andres. Tiba-tiba Natasha naik ke atas meja makan (nggak sopan banget, ckckck -_-“).
“Saudaraku sekalian, aku akan menunjukkan kalian tarianku yang paling keren. Tapi, aku butuh radio kalian dulu,” ujarnya. Bob memberikan sebuah radio usang. “Terimakasih. Nah, sekarang perhatikan dan pelajari,” Natasha mengeluarkan sebuah kaset, memasukkannya ke dalam radio, mengatur ini-itu, dan lain-lain. Ia naik lagi ke atas meja makan.
Musik mulai terdengar. Sepertinya aku pernah mendengar lagu ini. Tapi aku tak mengerti bahasanya. Lagu apa, ya? Aku mengernyitkan dahi.
Natasha mulai menari. Tariannya itu seperti tarian dari negeri Taj Mahal, India. APA? Natasha bisa menari India? Aku kebingungan. Lalu ia mulai menyanyi-nyanyi. “Bole chudiyan….,” suaranya yang merdu melantunkan lirik berbahasa aneh.
Ternyata, Natasha suka lagu-lagu India! Ia sedang menari-nari dengan lagu Bole Chudiyan! Lagu itu ada di sebuah film India zaman dulu, tapi aku lupa judul dan tahun filmnya. Paling-paling yang aku tahu judul dan filmnya adalah film-film kesukaanku dulu, tapi sekarang saja melihat pemainnya mau muntah.
“Ayo, Rose! Ikutlah menari bersamaku! Ini lagu India paling keren sejagat! Tapi yang paling keren itu si Shahrukh Khan! Dia ganteng banget!” seru Natasha. APA? Natasha yang keren dan cantik itu sukanya Shahrukh Khan? Aku tidak habis pikir. Dunia ini memang aneh.
Maka terpaksa saja aku ikut menari, dengan gerakan aneh. Kapten Andres dan teman-temannya ikut menari dan bersorak sorai. Tarian mereka kocak-kocak. “Lecha lecha…..lecha lecha…..,” Natasha menyanyi-nyanyi. Musik bertambah cepat. Ia menghentak-hentakkan kaki. Kami semua menari-nari dengan sangat dahsyat.
Hingga pada saat terakhir, Natasha bergaya sok anggun sambil memeluk-melukku. Semua bertepuk tangan, termasuk aku. “Keren banget, Nat!” seruku girang. “Kami langsung kenyang mendengar nyanyian dan tarianmu!” ujar Charles dan Bob. “Terimakasih, terimakasih,” Natasha membungkukkan badan. Kami memberinya standing ovation.

BRAAAK! Pintu ruang makan didobrak. Seseorang yang berpakaian mirip ninja masuk sambil membawa shuriken dan pedang. “Angkat tangan, kalian semua! Kalau tidak, aku akan membunuhmu!” serunya dengan suara bapak-bapak (penting banget, ya?). Semua mengangkat tangan dengan ketakutan. “Dia datang,” bisik Kapten Andres. Natasha malah mengacungkan jarinya, lalu maju ke depan tanpa disuruh.
“Jangan ngerusak suasana, dong! Orang lagi joget-joget pakai lagu India! Kalau begitu, kau harus ikut menari denganku!” Natasha menarik tangan orang berpakaian ninja tersebut. Saat itu, lagu yang terputar adalah lagu Chaiyya Chaiyya. Natasha mulai menari lagi, namun dengan gerakan yang berbeda. “Akulah Natasha Thornton dengan tariannya yang keren!” serunya. Kami semua, yang ketakutan, jadi terhibur. Kami ikut menari. Si ninja itu tetap diam. Ia malah ditarik tangannya oleh Natasha, lalu mulai menari waltz. Ternyata Natasha banyak akalnya, ya? Penjahat aja diajak joget. Dasar Natasha!
Tapi akhirnya si ninja tidak lengah. Ia malah merampas tanganku dan Natasha, lalu memborgol kami. “Jangan mereka! Nanti kami kelaparan tanpa anak pirang itu!” seru Kapten Andres dan teman-temannya. Namun si ninja diam saja. Ia membawa pergi aku dan Natasha. “Tolong!” teriak Natasha. Kami dibawa menjauh dari ruang makan. “Mau dibawa kemana kita?” tanyaku. Ninja tersebut diam saja. Ia meloncat ke kapalnya, tetap membawa kami. Jago sekali dia. Sesampainya di dalam kapal, si ninja meletakkan kami di belakang kemudi kapalnya. Kemudian, ia membuka penutup kepala. Ternyata, dia adalah….
“Arnold!” seru aku dan Natasha serempak. “Memang. Terus kenapa?” tanya ninja tadi dengan ketus. “Tidak apa-apa,” jawabku. “Kenapa, sih, nangkap kita? Kenal aja nggak!” kata Natasha. “Hmmm. Natasha. Sudah berubah,” sindir Arnold. “Ih, SKSD banget! Emang kamu siapa, sih?” sahutku sambil merangkul bahu Natasha. “Kurasa kalian berdua sudah mengatakannya kepada ‘ayah’ku,” ia mengerdipkan mata. Ih!
“Oh. Jadi benar dugaanku,” kata Natasha. “Wah! Aku keren! Aku bisa tahu kalau celana dalammu biru!” “Ssssh!” tegurku sambil menyikut lengannya. “Iya, iya!” bisiknya. “Diam kalian, anak-anak aneh!” kata Arnold dengan kasar. “Kalian membuyarkan konsentrasiku.”
“Iya deh, yang udah tua! Iya deh, yang udah pensiun! Iya deh, yang udah dewasa!” ejekku dan Natasha. “APA?! Aku belum pensiun!” elak Arnold. Aku dan Natasha tertawa tergelak-gelak.

Apakah Rose dan Natasha akan terus mengejek Arnold? Akan dibawa kemanakah mereka berdua? Apakah ada orang yang akan menyelamatkan mereka?
Semua terjawab di bagian selanjutnya.

Thursday, July 7, 2011

Rose and the Pirates of Dimensia (Part 2)

“Hei, di mana kita?” tanya Natasha sambil garuk-garuk kepala. Aku melihat sekelilingku. Lantai dan tembok tiba-tiba berubah menjadi kayu, dan lantai dan tembok tersebut terombang-ambing oleh benda biru yang sangat banyak. Tak lain, kami berada di….
“Dalam kapal!” seruku. “Natasha, kita berada di kapal seseorang! Tapi aku tidak tahu ini kapal siapa,” Natasha diam saja. “Kenapa, Natasha?” tanyaku. “Di belakangmu….,” Natasha menunjuk seseorang bertubuh besar membawa pedang. “Aaaah!” aku dan Natasha mengambil langkah seribu. Orang bertubuh besar itu juga mengejar kami. “Penyusup!” kata orang itu. Kami terus berlari sampai kehabisan tenaga.
“Hosh, hosh…..aku capek, Rose,” Natasha duduk. “Ha! Kalian tertangkap, anak-anak jelek!” orang itu tertawa. “Kapten pasti senang.” Orang itu mengikatkan kami ke sebuah tiang dengan tali tambang. Lalu, ia pergi.
“Harusnya kamu tadi tetap lari! Jangan malah duduk!” bisikku kesal. “Maaf,” balas Natasha dengan wajah memelas. “Iya, iya. Aku maafkan kamu,” Kami saling memandang. “Pssst!” ujar Natasha. Aku mendengar suara langkah kaki seseorang. “Kapten, saya telah berhasil menangkap dua penyusup cilik. Siapa tahu mereka utusan anak Anda,” kata orang bertubuh besar tadi. Anak? Kurasa aku jadi ingat sesuatu. Tapi apa?
“Bagus, Charles. Sekarang, pergilah. Aku akan bicara dengan kedua anak ini,” balas sebuah suara. “Baiklah, Kapten Andres!” Orang yang bernama Charles itu pergi. “Hei, kurasa aku pernah mendengar orang bernama Kapten Andres,” bisik Natasha. “Aku juga,” sahutku.
Kemudian, sesosok besar datang ke arah kami. “Kalian berdua utusan anakku, ya?” tanyanya tajam. Kami menggeleng. “Bohong!” elaknya. “Aku, Kapten Andres, tidak suka pembohong!” Lalu Natasha menjawab, “Anakmu yang mana? Setahuku, tak ada yang sudi menikah denganmu karena jenggotmu yang sepanjang rambut ibuku itu! Hahahaha!” Sekadar tahu saja, ibu Natasha berambut sangat panjang. Kapten Andres mendengus.
“Tak tahukah kalian, siapa aku?” katanya. “Aku ini Kapten Andres! Penguasa lautan ini!” Ia membusungkan dada. “Oh ya? Ah, masa?” ejek Natasha. “Iya! Anakku itu, si Arnold bau!” tukas Kapten Andres. “Kamu juga bau, Kapten,” tambahku. “Kurang ajar!” Kapten Andres mengacungkan pedang ke arahku. Aku berhenti tersenyum.
“Jangan acung-acungin pedang, dong! Lebay banget! Santai, bro!” lerai Natasha. Kapten Andres juga berhenti mengacungkan pedangnya kepadaku. “Baiklah,” kata Kapten Andres, “tapi beritahu aku apa yang kalian ketahui tentang Arnold, dimulai dari kamu,” Kapten Andres menunjukku.
“Ehm….Arnold adalah manusia,” ujarku yang kebingungan. “Matanya biru, rambutnya pirang, dan sekarang umurnya sudah sepertiga umurmu.” Kapten Andres mengangguk-ngangguk.
“Kalau kamu?” Ia menunjuk Natasha. “Arnold adalah orang aneh! Semua celana dalamnya berwarna biru! Temennya Maikel Jeksen! Suka minum Burpee! Paling anti sama korupsi, eh…..bukan! Itu mah Si Mamat Anak Pasar Jangkrik! Hehehe…,” Natasha tertawa keras setelah itu. “Aku tidak peduli apa warna celana dalamnya, Nona Muda,” sindir Kapten Andres. “Ya sudah kalau begitu. Arnold juga pernah main film, main gitar sampai menerbangkan orang lain, jadi orang tajir, bla, bla, bla…,” Natasha terus bercerocos tentang Arnold. Sejujurnya saja, aku yang memberitahu semua itu, lho. Tapi itu bukan cerita tentang Arnold, itu cerita tentang orang lain. Kami hanya menebak-nebak siapa itu Arnold.
“Terserah!” Kapten Andres mengakhiri pembicaraan Natasha. Aku mendesah lega, karena aku sudah sekian kali mendengarnya. “Sekarang aku izinkan kalian untuk makan,” Kapten Andres melepaskan tali yang sudah mengikat aku dan Natasha selama berjam-jam. “Untunglah kami dibebaskan. Terimakasih, Kapten!” kata Natasha sok imut. Kapten Andres hanya mengangguk. Kami mengikuti Kapten Andres menuju ruang makan.
“Kapten, makanannya apa?” tanyaku. “Yah, biasa. Hanya sup seafood dan nasi,” jawab Kapten Andres. “Hore! Itu makanan favoritku setelah pisang bakar!” celetuk Natasha. “Sssh! Aku menyuruh Natasha diam.


Di ruang makan…

“Mana makanannya, Bob?” tanya Kapten Andres. “Maaf, Kapten. Saya kehabisan lauk untuk makan. Terpaksa saya hanya bisa memberi Anda dan dua anak ini nasi,” jawab Bob dengan lesu. “TIDAAAAAAAAAK!!!!!!!!!!” teriak Natasha. Sepertinya dia lupa untuk diam.

Apa yang akan dimakan oleh Kapten Andres, Rose dan Natasha, dan teman-teman Kapten Andres? Apa yang dilakukan Natasha untuk menghibur teman-teman Kapten Andres? Sebenarnya, siapa itu Arnold? Mengapa manusia tidak punya sayap? (canda)
Semua terjawab di bagian selanjutnya!

Saturday, June 4, 2011

Rose and the Pirates of Dimensia (part 1)

Liburan ini adalah liburan kenaikan kelas yang sangat,sangat membosankan. Aku dan Natasha (yang sedang menginap di rumahku selama liburan ini) sedang jenuh. Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Curhat, sudah. Memasak, sudah. Menonton film orang yang aku benci, sudah. Perang bantal, sudah. Apa lagi yang harus kami lakukan?
Aku jadi teringat pengalamanku saat bertemu dengan raja Huahahi dan Maikel Jeksen. Saat itu, aku juga bertemu dengan sahabat sejatiku, Natasha. Sekarang, Maikel Jeksen sudah tak terdengar lagi desas-desusnya. Apa dia meninggal? Atau dia lebih sibuk berjualan popcorn? Aku sama sekali tidak tahu.
Natasha menepuk pundakku. “Hei, lagi mikirin siapa,sih?” tanyanya. Sekarang Natasha tidak pemalu lagi seperti dulu, karena aku (hehehe). “Nggak mikirin siapa-siapa,kok. Cuma bingung, kita harus ngapain,” jawabku sambil membolak-balik majalah milik adikku. Lalu aku menemukan sebuah judul yang menarik. “Wah, ada cerita tentang Bajak Laut dari Dimensia!” seruku. “Aku sudah lama ingin mengetahui kisah mereka.” Natasha langsung duduk di dekatku. “Bacakan keras-keras, dong!” pintanya. “Baiklah.” Aku mulai membaca.

“Pada zaman dahulu kala, hidup sekelompok pemuda yang bermukim di pesisir pantai Dimensia. Pemimpin kelompok mereka adalah Kapten Andres, seorang lelaki gagah yang ringan tangan dan pemurah. Saat itu, istri Kapten Andres, Luciana, sedang sakit keras. Padahal ia sedang hamil. Kapten Andres pun pergi mencari juru rawat. Kata juru rawat yang ia temukan, ia harus berlayar menuju pulau Barteen yang sangat jauh dari pulau Dimensia. Di sana, ia akan menemukan daun mawar putih yang airnya dapat diminum. Maka, Kapten Andres beserta istri dan teman-temannya berlayar dengan kapal yang besar.
Dalam waktu tiga hari, mereka berhasil sampai di pulau Barteen. Itu karena semangat mereka yang tidak pernah luntur. Kapten Andres langsung melompat dari kapalnya dan mencabuti seluruh daun mawar putih yang ada di pulau itu, lalu merebus beberapa helai. Setelah Luciana meminum air rebusan tersebut, ia sembuh. Akan tetapi, ia malah muntah-muntah. Semua rekan Kapten Andres kebingungan.
Beberapa minggu kemudian, dalam perjalanan kembali ke pulau Dimensia, Luciana melahirkan. Anaknya adalah seorang laki-laki berambut pirang dan bermata biru laut. Ia diberi nama Arnold. Sayangnya, Luciana meninggal dunia. Kapten Andres sangat sedih. Sejak itu, ia menjadi penggerutu dan egois. Ia suka mencaci maki teman-temannya, bahkan ada seorang yang dibuang ke laut karena tidak menuruti perkataannya. Walaupun begitu, ia masih sayang pada istrinya, sehingga ia menyimpan jasad Luciana di gudangnya.
Arnold tumbuh menjadi anak yang tampan, ramah, dan pintar, persis ayahnya dulu. Namun, sang ayah tidak menyukainya. Menurutnya, Arnold adalah penyebab kematian istri tercintanya itu. Ia selalu mengomel-ngomel pada Arnold dan memperlakukannya seperti pelayan. Bahkan, Kapten Andres, ayah Arnold, pernah mengunci Arnold di kamarnya. Akhirnya, karena frustasi, Arnold kabur dari kapal ayahnya dengan kapal kecil.
Sampai sekarang, tidak ada yang tahu nasib kapal tersebut, Kapten Andres dan teman-temannya, dan Arnold. Menurut orang-orang, kisah Kapten Andres ini hanyalah legenda. Namun siapa tahu, kamu bisa menemukan Kapten Andres dan anaknya Arnold dengan mata kepalamu sendiri…,”
Aku menghela napas. Ceritanya cukup panjang. Padahal, cerita tersebut hanya berpusat kepada Kapten Andres yang galau karena ditinggal istrinya dan anak laki-lakinya Arnold. “Kapten Andres kejam, ya? Masa’ Arnold diperlakukan seperti Cinderella? Mereka kan berbeda!” komentar Natasha. “Hmmm…,” aku melihat ilustrasi yang ada di cerita tersebut. “Sepertinya wajah Kapten Andres dan Arnold agak familiar, deh…,” Aku mengerutkan dahi. “Maksudmu apa, Rose?” Natasha ikut-ikutan. "Iya juga, sih….,” Natasha ikut-ikutan mengerutkan dahi.
“Rose, ada apa sih, dengan hidupmu? Selalu saja berhubungan dengan orang-orang yang kamu idolakan! Aku jadi bingung,” tiba-tiba Natasha berseru. “Betul juga. Aneh nian hidupku! Sudahlah, aku mau tidur siang. Pusing aku memikirkan semua ini,” aku berjalan menuju kamarku dengan gontai. Natasha kembali mengikutiku.
Namun pada saat aku mau membuka pintu kamarku, tiba-tiba pintu terbuka sendiri! Di dalam pintu itu ada sebuah vortex. Aku dan Natasha tersedot ke dalam vortex tersebut. “AAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!!!!” teriak kami.

Bagaimanakah nasib Rose dan Natasha? Dibawa kemanakah mereka? Siapakah Kapten Andres dan Arnold yang “familiar”? Mengapa kucing berkaki empat? (canda)
Semua ada di bagian selanjutnya! ^_^

Tuesday, March 8, 2011

Hai Lagi Semuanya!

Sesuai judul post ini, aku hanya ingin mengucapkan hallo bagi para pembaca setia. Apa kabar? Maaf kalau aku jarang nge-post, karena aku tak punya waktu! Semoga kalian gak bosan dengan post-postku sebelumnya, ya!

Kabarku baik-baik saja. Sekarang aku kelas 5. Sebentar lagi kelas 6. Emmm, sudah ya, semuanya! Aku bingung mau tulis apa. Sampai ketemu lagi kapan-kapan! ^o^



-Tiara