"Aneh banget!" Seruku. "Apa yang aneh, Ti?" Tanya Michael, asistenku. "Kita di masa depan!" Jawabku. "Tahu darimana, Ti?" Tanya Michael lagi. "Mobil-mobilnya, seimuanya, bahkan debu-debu yang ditendang beda!" Jawabku sambil menghela napas. "Kita terdampar di jalan raya, Ti, itu....ada mobil!" Seru Michael panik. "Aaaaaah!" Mobil itu ngerem. "Ada Muggle rupanya!" Seru orang yang keluar dari mobil itu. "Muggle? Sebutan macam apa itu?!" Tanyaku dengan sebal. Michael membaca buku panduannya.
"Di dunia mereka, manusia tanpa kekuatan sihir disebut Muggle, Tiara," jelas Michael. "Oh, begitu. By the way, itu buku apa, Mike?" Tanyaku. "Adaaaa aja!" Jawab Michael sambil mengerlingkan matanya dengan jenaka. "Tuan Penyihir, ampunilah kami! Kami adalah Muggle, atau apalah sebutannya, yang terdampar di sini! Ikatlah kami dan makan kami---" "Jangan makan kami!" Celetuk Michael. "Aku tidak akan memakan kalian, para Muggle. Aku masih jadi murid di sekolah penyihir. Lagipula, penyihir tidak akan memakan Muggle, kecuali Kau-Tahu-Siapa alias Dia-yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut alias Tom Marvolo Riddle alias Pangeran Kegelapan alias Lord Voldemort!" Kata si penyihir. "Hei, aku tahu kau siapa! Kau Heri Puter, kan?" Tanyaku. "Bukan Ti, tapi Harry Potter. Heri Puter itu julukan buat kakak laki-lakiku yang sudah meninggal, Brandon." Ralat Michael. "Hei anak afro dan keriting, maukah kalian ikut aku ke Hogwarts? Itu adalah sekolahku," ajak si Harry Potter. "Boleh!" Jawabku dan Michael. Kami pun numpang mobil Harry Potter.
Di Hogwarts
"Muggle dilarang masuk!" Seru seorang galak berambut panjang. "Tapi Tuan Filch, mereka bukan Muggle. Mereka hanyalah wartawan cilik dari Daily Plan...maksudku, Daily Prophet, untuk meliput kegiatanku di Hogwarts!" Elak Harry Potter. "Baiklah. Masuk!" Kata Tuan Filch. Aku, Michael, dan Harry Potter masuk ke dalam bangunan Hogwarts.
"Siapa kalian? Murid baru? Kenapa tidak pakai seragam?" Tanya seorang tua bertopi tidur warna perak. "Bu---" "Iya, mereka murid baru. Nama mereka Tiara Aquila dan Michael Jackson," potong Harry Potter. "Ooooooooohh...kalau begitu, ini seragam kalian. Topi Seleksi akan menyeleksi kalian masuk asrama apa!" Seru si tua bertopi tidur warna perak. Aku dan Michael diberikan seragam. Seragamnya bagus banget. Aku langsung berganti baju. Sementara, Michael memandangi Harry Potter dan si tua bertopi tidur warna perak. "Cepatlah Mike, kita tak boleh berlama-lama!" Desakku. Michael langsung berlari mengikutiku. Setelah itu, kami sudah selesai berpakaian. "Ayo!" Seru Harry Potter. Aku dan Michael mengikutinya.
"Aquila, Tiara!" Seru wanita tua bertopi penyihir berkacamata. Aku pun maju, karena ia menyebut namaku. Ia memakaikan Topi Seleksi di kepalaku. Topi Seleksi itu, bentuknya kayak topi penyihir, tapi bermata dan bermulut. Setelah itu, Topi Seleksi diam selama sekitar lima menit, lalu berseru : "Gryffindor!" . Murid-murid berdasi merah, termasuk Harry Potter yang adalah murid Gryffindor pun bersorak sambil lompat-lompat. Aku pun bergabung dengan meja mereka.
Selanjutnya, Michael yang diseleksi. "Jackson, Michael!" Seru si wanita tua itu yang ternyata bernama Professor McGonagall. Michael pun berjalan ke altar dengan gugup. Professor McGonagall berusaha memasukkan Topi Seleksi ke dalam rambut Michael yang afro dan gede seperti helm. Tapi, akhirnya masuk juga , meski dipaksakan. Dengan cepat Topi Seleksi berkata : "Slytherin!" Murid-murid Gryffindor mengerang, termasuk Harry Potter. Murid-murid berdasi hijau, yang ternyata adalah murid Slytherin, bersorak. Michael pun duduk di meja mereka.
"Kenapa kalian mengerang?" Tanyaku. "Soalnya, kebanyakan murid Slytherin nandi jadi sok dan jahat," jawab seorang perempuan berambut ikal-keriting warna coklat muda. "Oh....begitu. Dan, siapa orang itu? Pernah lihat di buku panduan Michael." Tanyaku sambil menunjuk orang berambut acakadul warna coklat. "Dia guru baru," jawab perempuan itu lagi. Aku mengangguk. "Hermione, dia siapa?" Tanya seorang laki-laki red head yang menunjukku. "Aku juga tak tahu, yang pasti, dia datang bersama Harry," jawab perempuan tadi yang ternyata bernama Hermione. "Aku Tiara Aquila, kerabatnya Harry Potter," kataku memperkenalkan diri sambil berbohong. Masa', aku jadi kerabatnya dia? Aku jauh lebih tua darinya sebenarnya, bahkan sejujurnya harusnya aku jadi ibunya. Aku memandang Michael. Michael melambaikan tangan padaku. Aku diam saja.
"Hei, kau tahu Sirius Black tidak? Itu lho, tahanan Azkaban yang kabur." Tanya Harry. "Tahu dong. Kenapa?" Kataku. "Dia itu...waliku!" Serunya dengan nada sedih. "Apa? Tahanan gila rambut gondrong jadi walimu?" Tanyaku tak percaya. "Dan, yang kulihat di kelas Ramalan, gambar daun teh di gelasku adalah anjing Grim!" Ujar Harry lagi. "Tenang saja Potter, aku akan melindungimu!" Candaku. Kami berpisah.
Beberapa minggu kemudian
"Sayang sekali kau tak seasrama dengan kami, Mike," ujarku saat waktu istirahat. "Yah, tapi tidak apa-apa. Kita, kan, tetap bisa bertemu saat waktu senggang." Jawab Michael. "Hei, kudengar Buckbeak mau disembelih ya?" Kataku mengalihkan topik pembicaraan. "Iya, Harry cs mau membuntuti. Kita boleh ikut, ketemuan di Dedalu Perkasa," jawab Michael. "Yuk kita ke sana duluan!" Ajakku. Kami berlari menuju Dedalu Perkasa.
Di dekat Dedalu Perkasa
"Lihat, Ti, ada pintu di pohonnya!" Seru Michael sambil menunjuk sebuah lubang di Dedalu Perkasa. "Ayo kita masuk ke dalam, Mike! Adventure is out there!" Ajakku dengan gembira sambil melompat. "Tapi, kalau Harry dan teman-temannya mencari---" "Sudahlah, ayo!" Potongku menarik tangan Michael masuk ke dalam lubang itu. "Whoaaaa!" Kamu terperosok ke dalam lewat sebuah perosotan. BRUK! Kami jatuh di dalam sebuah rumah angker. "Hei, ini kan Shrieking Shack!" Seru Michael sambil melirik buku panduannya itu. "Shrieking Shack? Apaan tuh?" Tanyaku. "Shrieking Shack itu, semacam tempat angker di Inggris! Suasananya seram dan nggak pernah di-renovasi. Konon, ada seseorang yang rajin ke sini buat...nggak tahu, deh," jelas Michael panjang lebar. Tiba-tiba...
"Guk! Guk!" Ada seekor anjing menggonggong di depan kami. Anjing itu seperti anjing Grim yang diceritakan Harry! "Anjing gila! Michael, kabur!" Seruku. Anjing itu terus menggonggong. "Kita nggak bawa tulang, Doggy, maaf," kata Michael lembut. "Dia bukan Doggy! Dia anjing Grim!" Kataku panik. Raut wajah Michael yang ceria berubah menjadi ketakutan. Kami menjerit. Namun, akhirnya anjing sarap itu pergi.
To be continued...
No comments:
Post a Comment