*clears throat*
MEIN GOTT! I'M SORRY FOR NOT POSTING SINCE, LIKE, FOREVER! SAYA MINTA MAAF NGGAK NGEPOST DARI ENTAH KAPAN! SAYA SIBUK! DAN MALAS! I'M LAZY! AND BUSY! ><
Kalau mau tahu bagaimana kabar saya, yah, saya baik-baik saja. Saya nggak bakal ngelanjutin cerita Rose and the Pirates of Dimensia karena filenya udah ngilang entah ke mana, alam baka mungkin (baka? alam bodoh dong #apadeh). Sekarang saya sedang sibuk ngestalk Senpai. "Senpai siapa?" Gak tahu juga.
Udah deh, sekian. Sampai ketemu lagi kapan-kapan.
-T.A. yang sedang stress-
The Chronicles of Tiara Aquila
Monday, July 29, 2013
Tuesday, January 15, 2013
Liburan~
Hrr hrr hrr. Karena tugas TIK, akhirnya saya membuka kembali blog ini. Ternyata sudah 2 tahun lamanya saya ngacangin blog ini, hehehe :D
Oke, kembali ke topik. Awal liburan, saya sakit. Udah panas, batuk lagi. Lengkap sudah penderitaan saya. Tapi sakit panasnya cuma dua hari, sedangkan batuknya...gitu deh. Lama banget. Kira-kira seminggu.
Seminggu kemudian, sekeluarga pergi ke Sukabumi.Kami menginap di rumah paman. Kalau tidak salah, kami menginap selama dua hari semalam. Hari pertama, kami ke pantai Pelabuhan Ratu. Pantainya kurang asyik, tapi seafoodnya enak-enak :) Malamnya, kami makan di sebuah restoran bubur. Saya sih, makan nasi goreng ikan asin. Lagi, rasanya enak.Orangtua saya juga membeli surabi durian dan keju susu. Saya mencoba surabi durian, dan rasanya enak sekali.
Lah, kok paragraf di atas banyakan tentang makanan, ya?
Udah deh, lanjut aja.
Time skip ke berhari-hari kemudian. Saya mengunjungi rumah sahabat saya yang gila, namanya...udah deh, nggak usah disebutin, ntar malu anaknya. Dia pengen banget ditemenin karena bosen di rumah berantem mulu sama adeknya. Kita sih, cuma nonton Hetalia sama makan. (Soal Hetalia akan saya beritahu di post lain, mungkin? Pokoknya, saya lagi suka Hetalia, that's all)
Tahun Baru, saya nggak nonton kembang api. Nggak tahu kenapa. Mungkin udah bosen kali ya ngeliat kembang api terus.
Sunday, October 9, 2011
Rose and the Pirates of Dimensia (part 6)
“Sudah seberapa jauh kita dari Tuan Nol?” tanya Natasha sambil terengah-engah. “Aku tidak tahu!” jawab Li. “Teruslah berlari!” Kami langsung mengumpulkan tenaga sebanyak-banyaknya untuk berlari. “Kutangkap kalian, anak-anak jelek!” teriak Arnold. “Oh ya?” kataku.
“Ke sini! Cepat! Ada kapal kecil khusus kalian berdua!” kata Li. “Bukannya kamu mau ikut?” tanyaku. “Nanti aku akan menyusul ke kapal Kapten Andres, tujuan kalian,” bisik Li. “Baiklah!” Aku dan Natasha segera melompat ke dalam kapal kecil tersebut. “Sampai ketemu lagi, Arnold! Terimakasih banyak atas pertolonganmu!” pamit Natasha. Li melambaikan tangan kepada kami. Aku mulai mengayuh kapal dengan dayungnya yang besar.
“Kita kembali ke kapal Kapten Andres lagi!” seruku girang. “Tunggu dulu, Rose. Sekarang pukul berapa?” Natasha mengganggu kesenanganku. “Kurasa sekarang sudah sekitar jam 7,” ujarku sambil melihat jam tangan. “Berarti lautnya pasang! Rose, kau harus berhati-hati! Nanti kita diterjang ombak!” saran Natasha. “Nat, kamu kan juga ikut mendayung! Kamu juga harus hati-hati!” tukasku. “Baiklah,” Aku dan Natasha mulai mendayung kapal dengan semangat.
Jdeeeer! “Wah, mau hujan! Pasti bakal ada badai, nih!” kataku panik. “Masa’ kita balik lagi? Kita sudah ½ perjalanan, nih!” elak Natasha. “Kamu mau mati?” tanyaku dengan nada tinggi. “Tidak, tapi kita sudah mau sampai!” tukasnya. “Jadi gimana, dong?” tanyaku lagi. “Yaaah, mendingan kamu berhenti mendayung, biarkan aku yang mendayungnya. Gimana?” usul Natasha. “Ide bagus!” Aku berhenti mendayung, dan Natasha yang mengambil alih dayungku tadi.
Aku duduk diam di belakang Natasha. Aku memandangi laut biru yang dalam dan langit hitam bergemuruh. Zraaaash! Hujan turun. “Rose, apa kamu tak menutup kepalamu dengan tangan? Nanti kamu masuk angin,” kata Natasha. “Kalau kamu, Nat?” balasku. “Aku sih, tak apa-apa, tapi kan kamu orangnya sensitif, jadi lebih baik jangan kena hujan,” ujar Natasha. Ah, Natasha baik sekali. Aku segera menutup kepalaku dengan koran.
“Di sini dingin banget, ya? Udah gitu gelap, lagi,” komentar Natasha. Aku mengangguk setuju. “Lebih dingin daripada di kamarmu, Nat,” candaku. Kami tertawa. “Memang. Ibuku bilang, kamarku harus dingin, agar tidurku nyenyak. Tapi, nanti bibirku pecah-pecah!” jelas Natasha. “Harusnya kamu matikan saja AC di kamarmu kalau sudah terlalu dingin,” saranku. “Baiklah.” Natasha terus mendayung.
“Eh, kayaknya ada cahaya, deh,” ucapku. “Iya! Ada cahaya! Dan cahayanya semakin mendekat!” tambah Natasha. BRAK! Kami menabrak cahaya itu. “Cahayanya berasal dari sebuah kapal!” seruku. Kami melihat siapa pengemudi kapal itu.
Ternyata, pengemudinya adalah seseorang bertopi fedora, berjas putih dengan strip hitam di lengan kirinya, celana hitam, dan sepatu hitam. “Maikel Jeksen!” seru Natasha. Maikel Jeksen melambaikan tangan. “Ayo naik lewat tali ini!” Ia melemparkan tali ke arahku dan Natasha. Kami memanjat tali tersebut.
“Kalian kok bisa sampai ke sini?” tanya Maikel Jeksen. “ Kami tersedot sebuah vortex, sampai di kapal Kapten Andres, diculik oleh anaknya yang bernama Arnold, dan kabur dengan kapal kecil itu,” jawabku. “Arnold? Seperti apa orangnya?” tanya Maikel Jeksen lagi. “Orangnya jahat. Pirang dan mata biru. Mirip si MacBook,” kataku lagi. “Wah, ternyata dia bereinkarnasi!” ujar Maikel. “Sudah kuduga. Untung saja sudah kupasang Li untuk memata-matainya.”
“Li? Li adalah rekanmu?” Natasha terkejut. “Tadi ia menolong Rose yang dikurung Tuan Nol!” Maikel mengangguk. “Aku memang menyuruhnya untuk membebaskan Rose,” katanya sambil menyeruput jus lemonnya. “Ngomong-ngomong, bereinkarnasi itu apaan, sih? Tadi aku melihat buku itu di buku yang dipegang Natasha,” tanyaku. “Yah…bukunya tertinggal di kapal,” desah Natasha. “Tenang saja, kapal kalian tadi masih ada, kok. Lagipula, bukunya masih di tanganmu, Natasha,” hibur Maikel sambil menunjuk buku di tangan Natasha.
“Buku itu ada di tanganku? Ya ampun!” Natasha menepuk dahinya. Aku dan Maikel tertawa. “Dasar pikun!” ejekku. “Tapi apa dulu itu reinkarnasi? Tadi kan aku sudah tanya!” Maikel ikut-ikutan menepuk dahinya. “Aku juga lupa.” Kami bertiga tertawa.
“Reinkarnasi itu, Rose, orang yang sudah mati terlahir kembali menjadi orang lain! Mengerti kan, maksudku?” akhirnya Natasha menjelaskan. Aku mengangguk mengerti. “Apakah kalian sudah makan malam?” tanya Maikel mengalihkan topik. “Belum,” jawabku dan Natasha serempak. “Ayo makan dan tidur di sini! Hari ini Theo memasak makaroni panggang,” ajak Maikel. “Baiklah,” Aku dan Natasha mengikuti Maikel menuju ruang makan.
“Terimakasih atas hidangannya, Maikel!” kataku. “Makasih!” tambah Natasha. “Sama-sama,” jawab Maikel. “Tapi sebenarnya, kalian mau ke mana, sih? Kan seram, pergi malam-malam!” Aku menjawab, “Kami akan ke kapal Kapten Andres dan menemui Li yang menyusul. Tapi kami menabrak kapalmu, dan terjadilah ini.”
“Oh, begitu. Besok pagi, aku akan mengantar kalian ke sana,” kata Maikel sambil mengerdipkan mata. “Terimakasih sekali, Maikel!” seruku. “Di manakah kamar kami, ngomong-ngomong?” tanya Natasha. “Di ujung sana. Kalian boleh bangun kapan saja, tapi jangan jam 11.” Jawab Maikel. “Ya sudah kalau begitu. Kami ke kamar dulu, ya!” kami meninggalkan Maikel dan berjalan ke kamar yang sudah disediakan Maikel. Selamat malam, semuanya!
Apa yang akan terjadi besok? Bagaimana nasib Li? Apakah Maikel Jeksen masih mempunyai hubungan darah dengannya?
Bagian selanjutnya adalah jawabannya!
“Ke sini! Cepat! Ada kapal kecil khusus kalian berdua!” kata Li. “Bukannya kamu mau ikut?” tanyaku. “Nanti aku akan menyusul ke kapal Kapten Andres, tujuan kalian,” bisik Li. “Baiklah!” Aku dan Natasha segera melompat ke dalam kapal kecil tersebut. “Sampai ketemu lagi, Arnold! Terimakasih banyak atas pertolonganmu!” pamit Natasha. Li melambaikan tangan kepada kami. Aku mulai mengayuh kapal dengan dayungnya yang besar.
“Kita kembali ke kapal Kapten Andres lagi!” seruku girang. “Tunggu dulu, Rose. Sekarang pukul berapa?” Natasha mengganggu kesenanganku. “Kurasa sekarang sudah sekitar jam 7,” ujarku sambil melihat jam tangan. “Berarti lautnya pasang! Rose, kau harus berhati-hati! Nanti kita diterjang ombak!” saran Natasha. “Nat, kamu kan juga ikut mendayung! Kamu juga harus hati-hati!” tukasku. “Baiklah,” Aku dan Natasha mulai mendayung kapal dengan semangat.
Jdeeeer! “Wah, mau hujan! Pasti bakal ada badai, nih!” kataku panik. “Masa’ kita balik lagi? Kita sudah ½ perjalanan, nih!” elak Natasha. “Kamu mau mati?” tanyaku dengan nada tinggi. “Tidak, tapi kita sudah mau sampai!” tukasnya. “Jadi gimana, dong?” tanyaku lagi. “Yaaah, mendingan kamu berhenti mendayung, biarkan aku yang mendayungnya. Gimana?” usul Natasha. “Ide bagus!” Aku berhenti mendayung, dan Natasha yang mengambil alih dayungku tadi.
Aku duduk diam di belakang Natasha. Aku memandangi laut biru yang dalam dan langit hitam bergemuruh. Zraaaash! Hujan turun. “Rose, apa kamu tak menutup kepalamu dengan tangan? Nanti kamu masuk angin,” kata Natasha. “Kalau kamu, Nat?” balasku. “Aku sih, tak apa-apa, tapi kan kamu orangnya sensitif, jadi lebih baik jangan kena hujan,” ujar Natasha. Ah, Natasha baik sekali. Aku segera menutup kepalaku dengan koran.
“Di sini dingin banget, ya? Udah gitu gelap, lagi,” komentar Natasha. Aku mengangguk setuju. “Lebih dingin daripada di kamarmu, Nat,” candaku. Kami tertawa. “Memang. Ibuku bilang, kamarku harus dingin, agar tidurku nyenyak. Tapi, nanti bibirku pecah-pecah!” jelas Natasha. “Harusnya kamu matikan saja AC di kamarmu kalau sudah terlalu dingin,” saranku. “Baiklah.” Natasha terus mendayung.
“Eh, kayaknya ada cahaya, deh,” ucapku. “Iya! Ada cahaya! Dan cahayanya semakin mendekat!” tambah Natasha. BRAK! Kami menabrak cahaya itu. “Cahayanya berasal dari sebuah kapal!” seruku. Kami melihat siapa pengemudi kapal itu.
Ternyata, pengemudinya adalah seseorang bertopi fedora, berjas putih dengan strip hitam di lengan kirinya, celana hitam, dan sepatu hitam. “Maikel Jeksen!” seru Natasha. Maikel Jeksen melambaikan tangan. “Ayo naik lewat tali ini!” Ia melemparkan tali ke arahku dan Natasha. Kami memanjat tali tersebut.
“Kalian kok bisa sampai ke sini?” tanya Maikel Jeksen. “ Kami tersedot sebuah vortex, sampai di kapal Kapten Andres, diculik oleh anaknya yang bernama Arnold, dan kabur dengan kapal kecil itu,” jawabku. “Arnold? Seperti apa orangnya?” tanya Maikel Jeksen lagi. “Orangnya jahat. Pirang dan mata biru. Mirip si MacBook,” kataku lagi. “Wah, ternyata dia bereinkarnasi!” ujar Maikel. “Sudah kuduga. Untung saja sudah kupasang Li untuk memata-matainya.”
“Li? Li adalah rekanmu?” Natasha terkejut. “Tadi ia menolong Rose yang dikurung Tuan Nol!” Maikel mengangguk. “Aku memang menyuruhnya untuk membebaskan Rose,” katanya sambil menyeruput jus lemonnya. “Ngomong-ngomong, bereinkarnasi itu apaan, sih? Tadi aku melihat buku itu di buku yang dipegang Natasha,” tanyaku. “Yah…bukunya tertinggal di kapal,” desah Natasha. “Tenang saja, kapal kalian tadi masih ada, kok. Lagipula, bukunya masih di tanganmu, Natasha,” hibur Maikel sambil menunjuk buku di tangan Natasha.
“Buku itu ada di tanganku? Ya ampun!” Natasha menepuk dahinya. Aku dan Maikel tertawa. “Dasar pikun!” ejekku. “Tapi apa dulu itu reinkarnasi? Tadi kan aku sudah tanya!” Maikel ikut-ikutan menepuk dahinya. “Aku juga lupa.” Kami bertiga tertawa.
“Reinkarnasi itu, Rose, orang yang sudah mati terlahir kembali menjadi orang lain! Mengerti kan, maksudku?” akhirnya Natasha menjelaskan. Aku mengangguk mengerti. “Apakah kalian sudah makan malam?” tanya Maikel mengalihkan topik. “Belum,” jawabku dan Natasha serempak. “Ayo makan dan tidur di sini! Hari ini Theo memasak makaroni panggang,” ajak Maikel. “Baiklah,” Aku dan Natasha mengikuti Maikel menuju ruang makan.
“Terimakasih atas hidangannya, Maikel!” kataku. “Makasih!” tambah Natasha. “Sama-sama,” jawab Maikel. “Tapi sebenarnya, kalian mau ke mana, sih? Kan seram, pergi malam-malam!” Aku menjawab, “Kami akan ke kapal Kapten Andres dan menemui Li yang menyusul. Tapi kami menabrak kapalmu, dan terjadilah ini.”
“Oh, begitu. Besok pagi, aku akan mengantar kalian ke sana,” kata Maikel sambil mengerdipkan mata. “Terimakasih sekali, Maikel!” seruku. “Di manakah kamar kami, ngomong-ngomong?” tanya Natasha. “Di ujung sana. Kalian boleh bangun kapan saja, tapi jangan jam 11.” Jawab Maikel. “Ya sudah kalau begitu. Kami ke kamar dulu, ya!” kami meninggalkan Maikel dan berjalan ke kamar yang sudah disediakan Maikel. Selamat malam, semuanya!
Apa yang akan terjadi besok? Bagaimana nasib Li? Apakah Maikel Jeksen masih mempunyai hubungan darah dengannya?
Bagian selanjutnya adalah jawabannya!
Tuesday, September 20, 2011
Rose and the Pirates of Dimensia (part 6)
“Sudah seberapa jauh kita dari Tuan Nol?” tanya Natasha sambil terengah-engah. “Aku tidak tahu!” jawab Li. “Teruslah berlari!” Kami langsung mengumpulkan tenaga sebanyak-banyaknya untuk berlari. “Kutangkap kalian, anak-anak jelek!” teriak Arnold. “Oh ya?” kataku.
“Ke sini! Cepat! Ada kapal kecil khusus kalian berdua!” kata Li. “Bukannya kamu mau ikut?” tanyaku. “Nanti aku akan menyusul ke kapal Kapten Andres, tujuan kalian,” bisik Li. “Baiklah!” Aku dan Natasha segera melompat ke dalam kapal kecil tersebut. “Sampai ketemu lagi, Arnold! Terimakasih banyak atas pertolonganmu!” pamit Natasha. Li melambaikan tangan kepada kami. Aku mulai mengayuh kapal dengan dayungnya yang besar.
“Kita kembali ke kapal Kapten Andres lagi!” seruku girang. “Tunggu dulu, Rose. Sekarang pukul berapa?” Natasha mengganggu kesenanganku. “Kurasa sekarang sudah sekitar jam 7,” ujarku sambil melihat jam tangan. “Berarti lautnya pasang! Rose, kau harus berhati-hati! Nanti kita diterjang ombak!” saran Natasha. “Nat, kamu kan juga ikut mendayung! Kamu juga harus hati-hati!” tukasku. “Baiklah,” Aku dan Natasha mulai mendayung kapal dengan semangat.
Jdeeeer! “Wah, mau hujan! Pasti bakal ada badai, nih!” kataku panik. “Masa’ kita balik lagi? Kita sudah ½ perjalanan, nih!” elak Natasha. “Kamu mau mati?” tanyaku dengan nada tinggi. “Tidak, tapi kita sudah mau sampai!” tukasnya. “Jadi gimana, dong?” tanyaku lagi. “Yaaah, mendingan kamu berhenti mendayung, biarkan aku yang mendayungnya. Gimana?” usul Natasha. “Ide bagus!” Aku berhenti mendayung, dan Natasha yang mengambil alih dayungku tadi.
Aku duduk diam di belakang Natasha. Aku memandangi laut biru yang dalam dan langit hitam bergemuruh. Zraaaash! Hujan turun. “Rose, apa kamu tak menutup kepalamu dengan tangan? Nanti kamu masuk angin,” kata Natasha. “Kalau kamu, Nat?” balasku. “Aku sih, tak apa-apa, tapi kan kamu orangnya sensitif, jadi lebih baik jangan kena hujan,” ujar Natasha. Ah, Natasha baik sekali. Aku segera menutup kepalaku dengan koran.
“Di sini dingin banget, ya? Udah gitu gelap, lagi,” komentar Natasha. Aku mengangguk setuju. “Lebih dingin daripada di kamarmu, Nat,” candaku. Kami tertawa. “Memang. Ibuku bilang, kamarku harus dingin, agar tidurku nyenyak. Tapi, nanti bibirku pecah-pecah!” jelas Natasha. “Harusnya kamu matikan saja AC di kamarmu kalau sudah terlalu dingin,” saranku. “Baiklah.” Natasha terus mendayung.
“Eh, kayaknya ada cahaya, deh,” ucapku. “Iya! Ada cahaya! Dan cahayanya semakin mendekat!” tambah Natasha. BRAK! Kami menabrak cahaya itu. “Cahayanya berasal dari sebuah kapal!” seruku. Kami melihat siapa pengemudi kapal itu.
Ternyata, pengemudinya adalah seseorang bertopi fedora, berjas putih dengan strip hitam di lengan kirinya, celana hitam, dan sepatu hitam. “Maikel Jeksen!” seru Natasha. Maikel Jeksen melambaikan tangan. “Ayo naik lewat tali ini!” Ia melemparkan tali ke arahku dan Natasha. Kami memanjat tali tersebut.
“Kalian kok bisa sampai ke sini?” tanya Maikel Jeksen. “ Kami tersedot sebuah vortex, sampai di kapal Kapten Andres, diculik oleh anaknya yang bernama Arnold, dan kabur dengan kapal kecil itu,” jawabku. “Arnold? Seperti apa orangnya?” tanya Maikel Jeksen lagi. “Orangnya jahat. Pirang dan mata biru. Mirip si MacBook,” kataku lagi. “Wah, ternyata dia bereinkarnasi!” ujar Maikel. “Sudah kuduga. Untung saja sudah kupasang Li untuk memata-matainya.”
“Li? Li adalah rekanmu?” Natasha terkejut. “Tadi ia menolong Rose yang dikurung Tuan Nol!” Maikel mengangguk. “Aku memang menyuruhnya untuk membebaskan Rose,” katanya sambil menyeruput jus lemonnya. “Ngomong-ngomong, bereinkarnasi itu apaan, sih? Tadi aku melihat buku itu di buku yang dipegang Natasha,” tanyaku. “Yah…bukunya tertinggal di kapal,” desah Natasha. “Tenang saja, kapal kalian tadi masih ada, kok. Lagipula, bukunya masih di tanganmu, Natasha,” hibur Maikel sambil menunjuk buku di tangan Natasha.
“Buku itu ada di tanganku? Ya ampun!” Natasha menepuk dahinya. Aku dan Maikel tertawa. “Dasar pikun!” ejekku. “Tapi apa dulu itu reinkarnasi? Tadi kan aku sudah tanya!” Maikel ikut-ikutan menepuk dahinya. “Aku juga lupa.” Kami bertiga tertawa.
“Reinkarnasi itu, Rose, orang yang sudah mati terlahir kembali menjadi orang lain! Mengerti kan, maksudku?” akhirnya Natasha menjelaskan. Aku mengangguk mengerti. “Apakah kalian sudah makan malam?” tanya Maikel mengalihkan topik. “Belum,” jawabku dan Natasha serempak. “Ayo makan dan tidur di sini! Hari ini Theo memasak makaroni panggang,” ajak Maikel. “Baiklah,” Aku dan Natasha mengikuti Maikel menuju ruang makan.
“Terimakasih atas hidangannya, Maikel!” kataku. “Makasih!” tambah Natasha. “Sama-sama,” jawab Maikel. “Tapi sebenarnya, kalian mau ke mana, sih? Kan seram, pergi malam-malam!” Aku menjawab, “Kami akan ke kapal Kapten Andres dan menemui Li yang menyusul. Tapi kami menabrak kapalmu, dan terjadilah ini.”
“Oh, begitu. Besok pagi, aku akan mengantar kalian ke sana,” kata Maikel sambil mengerdipkan mata. “Terimakasih sekali, Maikel!” seruku. “Di manakah kamar kami, ngomong-ngomong?” tanya Natasha. “Di ujung sana. Kalian boleh bangun kapan saja, tapi jangan jam 11.” Jawab Maikel. “Ya sudah kalau begitu. Kami ke kamar dulu, ya!” kami meninggalkan Maikel dan berjalan ke kamar yang sudah disediakan Maikel. Selamat malam, semuanya!
Apa yang akan terjadi besok? Bagaimana nasib Li? Apakah Maikel Jeksen masih mempunyai hubungan darah dengannya?
Bagian selanjutnya adalah jawabannya!
“Ke sini! Cepat! Ada kapal kecil khusus kalian berdua!” kata Li. “Bukannya kamu mau ikut?” tanyaku. “Nanti aku akan menyusul ke kapal Kapten Andres, tujuan kalian,” bisik Li. “Baiklah!” Aku dan Natasha segera melompat ke dalam kapal kecil tersebut. “Sampai ketemu lagi, Arnold! Terimakasih banyak atas pertolonganmu!” pamit Natasha. Li melambaikan tangan kepada kami. Aku mulai mengayuh kapal dengan dayungnya yang besar.
“Kita kembali ke kapal Kapten Andres lagi!” seruku girang. “Tunggu dulu, Rose. Sekarang pukul berapa?” Natasha mengganggu kesenanganku. “Kurasa sekarang sudah sekitar jam 7,” ujarku sambil melihat jam tangan. “Berarti lautnya pasang! Rose, kau harus berhati-hati! Nanti kita diterjang ombak!” saran Natasha. “Nat, kamu kan juga ikut mendayung! Kamu juga harus hati-hati!” tukasku. “Baiklah,” Aku dan Natasha mulai mendayung kapal dengan semangat.
Jdeeeer! “Wah, mau hujan! Pasti bakal ada badai, nih!” kataku panik. “Masa’ kita balik lagi? Kita sudah ½ perjalanan, nih!” elak Natasha. “Kamu mau mati?” tanyaku dengan nada tinggi. “Tidak, tapi kita sudah mau sampai!” tukasnya. “Jadi gimana, dong?” tanyaku lagi. “Yaaah, mendingan kamu berhenti mendayung, biarkan aku yang mendayungnya. Gimana?” usul Natasha. “Ide bagus!” Aku berhenti mendayung, dan Natasha yang mengambil alih dayungku tadi.
Aku duduk diam di belakang Natasha. Aku memandangi laut biru yang dalam dan langit hitam bergemuruh. Zraaaash! Hujan turun. “Rose, apa kamu tak menutup kepalamu dengan tangan? Nanti kamu masuk angin,” kata Natasha. “Kalau kamu, Nat?” balasku. “Aku sih, tak apa-apa, tapi kan kamu orangnya sensitif, jadi lebih baik jangan kena hujan,” ujar Natasha. Ah, Natasha baik sekali. Aku segera menutup kepalaku dengan koran.
“Di sini dingin banget, ya? Udah gitu gelap, lagi,” komentar Natasha. Aku mengangguk setuju. “Lebih dingin daripada di kamarmu, Nat,” candaku. Kami tertawa. “Memang. Ibuku bilang, kamarku harus dingin, agar tidurku nyenyak. Tapi, nanti bibirku pecah-pecah!” jelas Natasha. “Harusnya kamu matikan saja AC di kamarmu kalau sudah terlalu dingin,” saranku. “Baiklah.” Natasha terus mendayung.
“Eh, kayaknya ada cahaya, deh,” ucapku. “Iya! Ada cahaya! Dan cahayanya semakin mendekat!” tambah Natasha. BRAK! Kami menabrak cahaya itu. “Cahayanya berasal dari sebuah kapal!” seruku. Kami melihat siapa pengemudi kapal itu.
Ternyata, pengemudinya adalah seseorang bertopi fedora, berjas putih dengan strip hitam di lengan kirinya, celana hitam, dan sepatu hitam. “Maikel Jeksen!” seru Natasha. Maikel Jeksen melambaikan tangan. “Ayo naik lewat tali ini!” Ia melemparkan tali ke arahku dan Natasha. Kami memanjat tali tersebut.
“Kalian kok bisa sampai ke sini?” tanya Maikel Jeksen. “ Kami tersedot sebuah vortex, sampai di kapal Kapten Andres, diculik oleh anaknya yang bernama Arnold, dan kabur dengan kapal kecil itu,” jawabku. “Arnold? Seperti apa orangnya?” tanya Maikel Jeksen lagi. “Orangnya jahat. Pirang dan mata biru. Mirip si MacBook,” kataku lagi. “Wah, ternyata dia bereinkarnasi!” ujar Maikel. “Sudah kuduga. Untung saja sudah kupasang Li untuk memata-matainya.”
“Li? Li adalah rekanmu?” Natasha terkejut. “Tadi ia menolong Rose yang dikurung Tuan Nol!” Maikel mengangguk. “Aku memang menyuruhnya untuk membebaskan Rose,” katanya sambil menyeruput jus lemonnya. “Ngomong-ngomong, bereinkarnasi itu apaan, sih? Tadi aku melihat buku itu di buku yang dipegang Natasha,” tanyaku. “Yah…bukunya tertinggal di kapal,” desah Natasha. “Tenang saja, kapal kalian tadi masih ada, kok. Lagipula, bukunya masih di tanganmu, Natasha,” hibur Maikel sambil menunjuk buku di tangan Natasha.
“Buku itu ada di tanganku? Ya ampun!” Natasha menepuk dahinya. Aku dan Maikel tertawa. “Dasar pikun!” ejekku. “Tapi apa dulu itu reinkarnasi? Tadi kan aku sudah tanya!” Maikel ikut-ikutan menepuk dahinya. “Aku juga lupa.” Kami bertiga tertawa.
“Reinkarnasi itu, Rose, orang yang sudah mati terlahir kembali menjadi orang lain! Mengerti kan, maksudku?” akhirnya Natasha menjelaskan. Aku mengangguk mengerti. “Apakah kalian sudah makan malam?” tanya Maikel mengalihkan topik. “Belum,” jawabku dan Natasha serempak. “Ayo makan dan tidur di sini! Hari ini Theo memasak makaroni panggang,” ajak Maikel. “Baiklah,” Aku dan Natasha mengikuti Maikel menuju ruang makan.
“Terimakasih atas hidangannya, Maikel!” kataku. “Makasih!” tambah Natasha. “Sama-sama,” jawab Maikel. “Tapi sebenarnya, kalian mau ke mana, sih? Kan seram, pergi malam-malam!” Aku menjawab, “Kami akan ke kapal Kapten Andres dan menemui Li yang menyusul. Tapi kami menabrak kapalmu, dan terjadilah ini.”
“Oh, begitu. Besok pagi, aku akan mengantar kalian ke sana,” kata Maikel sambil mengerdipkan mata. “Terimakasih sekali, Maikel!” seruku. “Di manakah kamar kami, ngomong-ngomong?” tanya Natasha. “Di ujung sana. Kalian boleh bangun kapan saja, tapi jangan jam 11.” Jawab Maikel. “Ya sudah kalau begitu. Kami ke kamar dulu, ya!” kami meninggalkan Maikel dan berjalan ke kamar yang sudah disediakan Maikel. Selamat malam, semuanya!
Apa yang akan terjadi besok? Bagaimana nasib Li? Apakah Maikel Jeksen masih mempunyai hubungan darah dengannya?
Bagian selanjutnya adalah jawabannya!
Sunday, July 10, 2011
Rose and the Pirates of Dimensia (part 5)
“Bolehkah aku membacanya?” tanya Natasha. “Silahkan saja. Toh itu bukan bukuku,” jawabku. Natasha mengambil buku ilmu hitam tersebut. “Tebal juga bukunya,” komentarnya. Ia mulai membuka halaman pertama.
“Cara menjadi penyihir hitam…..bla bla bla……penyihir hitam dapat menyihir orang….bla bla bla…..mereka juga dapat membuat ramuan……bla bla bla…..penyihir hitam ada banyak…..salah satunya adalah Mystique Brown…..bla bla bla…..,” Natasha membaca keras-keras setiap tulisan yang ada di buku itu, termasuk tulisan yang ada di pakaian para penyihir hitam tersebut. Walaupn begitu, ia hanya membutuhkan waktu ½ jam untuk membaca buku setebal itu! Keren sekali! Aku takjub akan kehebatan Natasha. Padahal, dulu ia tidak seperti itu, lho.
“Bukunya seru, lho! Mau baca, Rose?” tawar Natasha. “Sepertinya aku akan butuh waktu bertahun-tahun membaca buku itu agar bisa sejahat Arnold,” jawabku sambil menggelengkan kepala. “Tidak, terimakasih.” Natasha mengerdipkan mata. Itu artinya ia punya ide.
“Kita bawa saja buku ini! Dengan begitu, kita dapat melawan Arnold yang jelek!” usul Natasha. “Ide bagus! Sekarang, ayo kita kabur dari sini,” ujarku. “Tapi bagaimana?” tanya Natasha. Berputarlah mengelilingi meja makan ini, lalu kita akan sampai di kubah emas,” jawabku. “Ayo mulai!” Kami berputar-putar mengelilingi meja makan.
“Wah, kita benar-benar sampai di sini!” kata Natasha takjub. “Keren banget!” Aku mengangguk. “Aku juga tidak tahu. Harusnya kita tanya saja pada Arnold,” kataku. Kami berjalan di jalan setapak yang berada di samping kubah emas. “Natasha, kok kamu nggak dikurung?” tanyaku. “Sebenarnya, Rose, aku diajak makan malam oleh Arnold. Tapi, aku tidak lapar, karena yang disediakan bukan pisang bakar. Huh!” jawab Natasha. Aku tertawa. “Menurutmu, mengapa ia tidak mengajakku?” tanyaku lagi. “Mungkin ia dendam kepadamu. Aku juga tidak tahu,” ujar Natasha.
Akan tetapi, di tengah jalan, kami bertemu dengan seorang berpakaian ninja. “Apakah kamu orang yang dikurung dan minta tolong?” tanya orang itu sambil menunjukku. “Iya. Memangnya kenapa?” balasku bertanya. “Aku adalah penolongmu. Dan sejujurnya, namaku Li,” kata orang itu sambil membuka penutup kepalanya. “Terimakasih, Li. Ngomong-ngomong, bisakah kamu membantu kami kabur?” tanyaku. Li menghela napas, lalu berkata,
“Sebenarnya, aku ingin menolong kalian dan membebaskan diri dari sini, karena aku tidak suka menjadi ‘ninja’ gadungan. Tapi karena aku butuh uang untuk menghidupi diri sendiri, maka aku rela kerja di sini, dengan bos yang menyedihkan, seperti yang kalian tahu.” Aku dan Natasha mengangguk mengerti. “Kalau begitu, mengapa kamu tidak ikut kami saja?” tawar Natasha. “Baiklah.” Kata Li. “Terimakasih, ehm, siapa nama kalian?” “Aku Rose Worthingale, dan dia Natasha Thornton,” jawabku. “Terimakasih, Rose dan Natasha! Aku akan menunjukkan kalian jalan keluar yang paling cepat!” Li memimpin kami.
Ternyata, Li membawa kami menuju tempat “parkir” kapal. “Naiklah kapalku,” kata Li menunjuk kapal berwarna putih. “Bagus sekali kapalmu,” pujiku. “Terimakasih!” ujar Li. Aku mengangguk. Kami bersiap-siap melompat ke kapal Li, tapi ada seseorang yang datang. “Sembunyi!” bisik Li. Aku dan Natasha bersembunyi di dalam sebuah kapal yang jauh dari kapal Li.
“Li! Apa yang kamu lakukan?” tanya sebuah suara. Jelas. Suara Arnold. “Tidak, tidak apa-apa,” jawab Li, ketakutan. “Jadi, apa yang kamu lakukan di tempat parkir kapal?” tanya Arnold lagi. “Saya hanya ingin memeriksa kapal saya. Saya tidak berencana untuk kabur,” kata Li.
“Kasihan Li! Aku akan mengutuk Arnold!” ujar Natasha kesal. “Jangan, Nat!” bisikku. “Aku tidak peduli! Sini….kucari dulu mantra yang cocok….ini dia!” Natasha berlari dari tempat persembunyiannya. “Aku akan segera kembali!” serunya lagi. Aduh, Natasha. Aku tak ingin kamu ditangkap oleh Arnold yang tidak punya hati, seperti tokoh operet yang pernah aku tonton. Maafkan aku telah membawamu ke duniaku yang aneh. Natasha, aku menyayangimu. “Natasha, aku akan menyusulmu!” Aku berlari secepat cahaya untuk menyusul Natasha.
Ternyata Natasha sedang mengutuk-ngutuk Arnold dengan mantra yang (sayangnya) tidak berhasil. “Jadius Kodokus! Makanus Tinjanus! Matius! Dodoliprus!” teriaknya lantang. “Natasha! Kamu ngapain?!” tanyaku kebingungan. “Ugh, Rose! Tolong aku!” serunya. “Baiklah,” kataku. Lalu aku bergaya seperti orang mau berkelahi.
“DENGAN KEKUATAN BULAN, AKU AKAN MENYERANGMU!!! HIYAAAAAAAAAA!!!” Aku menirukan tokoh kartun kesukaan kakakku, Sailor Moon, lalu aku berlari ke arah Arnold dan menggebukinya. “Bagus sekali, Rose!” kata Natasha. “DENGAN KEKUATAN NATASHA THORNTON, KAU AKAN HANCUR, ARNOLD HANGUS!” Natasha ikut menyerang Arnold. Sekarang, Arnold tak akan bisa apa-apa, karena kekuatan persahabatan aku, Rose dan Natasha! Friendship rocks!
Setelah Arnold babak belur, aku dan Natasha berhenti menyerangnya. “Sekarang mau apa, Tuan Nol? Mwahahahahahahahaha! Impas! Kualat!” aku tertawa. Arnold mengerang kesakitan. “Oh, kasihan sekali si Anak Mami! Cup cup cup, Mami ada di sini!” ejek Natasha. Li ikut tertawa. Tawanya sangat keras.
“Oh ya?” kata Arnold. Tiba-tiba ia tidak terlihat babak belur lagi. “Oh tidak! Aku ingat, penyihir hitam kan punya kekuatan untuk menyembuhkan dirinya sendiri! Tidaaaaak!” teriak Natasha. “Rose, Natasha, aku punya satu cara untuk melawan Arnold!” bisik Li. “Apa itu?” tanya kami serempak. “LARI!!!!” Aku, Natasha, dan Li lari. Arnold mengejar kami.
Apakah Rose, Natasha, dan Li dapat lolos dari kejaran Arnold? Apakah kalian ingin tahu profil Rose dan teman-teman? Apakah ada manusia bermata kuning? (canda)
Tunggu saja!
“Cara menjadi penyihir hitam…..bla bla bla……penyihir hitam dapat menyihir orang….bla bla bla…..mereka juga dapat membuat ramuan……bla bla bla…..penyihir hitam ada banyak…..salah satunya adalah Mystique Brown…..bla bla bla…..,” Natasha membaca keras-keras setiap tulisan yang ada di buku itu, termasuk tulisan yang ada di pakaian para penyihir hitam tersebut. Walaupn begitu, ia hanya membutuhkan waktu ½ jam untuk membaca buku setebal itu! Keren sekali! Aku takjub akan kehebatan Natasha. Padahal, dulu ia tidak seperti itu, lho.
“Bukunya seru, lho! Mau baca, Rose?” tawar Natasha. “Sepertinya aku akan butuh waktu bertahun-tahun membaca buku itu agar bisa sejahat Arnold,” jawabku sambil menggelengkan kepala. “Tidak, terimakasih.” Natasha mengerdipkan mata. Itu artinya ia punya ide.
“Kita bawa saja buku ini! Dengan begitu, kita dapat melawan Arnold yang jelek!” usul Natasha. “Ide bagus! Sekarang, ayo kita kabur dari sini,” ujarku. “Tapi bagaimana?” tanya Natasha. Berputarlah mengelilingi meja makan ini, lalu kita akan sampai di kubah emas,” jawabku. “Ayo mulai!” Kami berputar-putar mengelilingi meja makan.
“Wah, kita benar-benar sampai di sini!” kata Natasha takjub. “Keren banget!” Aku mengangguk. “Aku juga tidak tahu. Harusnya kita tanya saja pada Arnold,” kataku. Kami berjalan di jalan setapak yang berada di samping kubah emas. “Natasha, kok kamu nggak dikurung?” tanyaku. “Sebenarnya, Rose, aku diajak makan malam oleh Arnold. Tapi, aku tidak lapar, karena yang disediakan bukan pisang bakar. Huh!” jawab Natasha. Aku tertawa. “Menurutmu, mengapa ia tidak mengajakku?” tanyaku lagi. “Mungkin ia dendam kepadamu. Aku juga tidak tahu,” ujar Natasha.
Akan tetapi, di tengah jalan, kami bertemu dengan seorang berpakaian ninja. “Apakah kamu orang yang dikurung dan minta tolong?” tanya orang itu sambil menunjukku. “Iya. Memangnya kenapa?” balasku bertanya. “Aku adalah penolongmu. Dan sejujurnya, namaku Li,” kata orang itu sambil membuka penutup kepalanya. “Terimakasih, Li. Ngomong-ngomong, bisakah kamu membantu kami kabur?” tanyaku. Li menghela napas, lalu berkata,
“Sebenarnya, aku ingin menolong kalian dan membebaskan diri dari sini, karena aku tidak suka menjadi ‘ninja’ gadungan. Tapi karena aku butuh uang untuk menghidupi diri sendiri, maka aku rela kerja di sini, dengan bos yang menyedihkan, seperti yang kalian tahu.” Aku dan Natasha mengangguk mengerti. “Kalau begitu, mengapa kamu tidak ikut kami saja?” tawar Natasha. “Baiklah.” Kata Li. “Terimakasih, ehm, siapa nama kalian?” “Aku Rose Worthingale, dan dia Natasha Thornton,” jawabku. “Terimakasih, Rose dan Natasha! Aku akan menunjukkan kalian jalan keluar yang paling cepat!” Li memimpin kami.
Ternyata, Li membawa kami menuju tempat “parkir” kapal. “Naiklah kapalku,” kata Li menunjuk kapal berwarna putih. “Bagus sekali kapalmu,” pujiku. “Terimakasih!” ujar Li. Aku mengangguk. Kami bersiap-siap melompat ke kapal Li, tapi ada seseorang yang datang. “Sembunyi!” bisik Li. Aku dan Natasha bersembunyi di dalam sebuah kapal yang jauh dari kapal Li.
“Li! Apa yang kamu lakukan?” tanya sebuah suara. Jelas. Suara Arnold. “Tidak, tidak apa-apa,” jawab Li, ketakutan. “Jadi, apa yang kamu lakukan di tempat parkir kapal?” tanya Arnold lagi. “Saya hanya ingin memeriksa kapal saya. Saya tidak berencana untuk kabur,” kata Li.
“Kasihan Li! Aku akan mengutuk Arnold!” ujar Natasha kesal. “Jangan, Nat!” bisikku. “Aku tidak peduli! Sini….kucari dulu mantra yang cocok….ini dia!” Natasha berlari dari tempat persembunyiannya. “Aku akan segera kembali!” serunya lagi. Aduh, Natasha. Aku tak ingin kamu ditangkap oleh Arnold yang tidak punya hati, seperti tokoh operet yang pernah aku tonton. Maafkan aku telah membawamu ke duniaku yang aneh. Natasha, aku menyayangimu. “Natasha, aku akan menyusulmu!” Aku berlari secepat cahaya untuk menyusul Natasha.
Ternyata Natasha sedang mengutuk-ngutuk Arnold dengan mantra yang (sayangnya) tidak berhasil. “Jadius Kodokus! Makanus Tinjanus! Matius! Dodoliprus!” teriaknya lantang. “Natasha! Kamu ngapain?!” tanyaku kebingungan. “Ugh, Rose! Tolong aku!” serunya. “Baiklah,” kataku. Lalu aku bergaya seperti orang mau berkelahi.
“DENGAN KEKUATAN BULAN, AKU AKAN MENYERANGMU!!! HIYAAAAAAAAAA!!!” Aku menirukan tokoh kartun kesukaan kakakku, Sailor Moon, lalu aku berlari ke arah Arnold dan menggebukinya. “Bagus sekali, Rose!” kata Natasha. “DENGAN KEKUATAN NATASHA THORNTON, KAU AKAN HANCUR, ARNOLD HANGUS!” Natasha ikut menyerang Arnold. Sekarang, Arnold tak akan bisa apa-apa, karena kekuatan persahabatan aku, Rose dan Natasha! Friendship rocks!
Setelah Arnold babak belur, aku dan Natasha berhenti menyerangnya. “Sekarang mau apa, Tuan Nol? Mwahahahahahahahaha! Impas! Kualat!” aku tertawa. Arnold mengerang kesakitan. “Oh, kasihan sekali si Anak Mami! Cup cup cup, Mami ada di sini!” ejek Natasha. Li ikut tertawa. Tawanya sangat keras.
“Oh ya?” kata Arnold. Tiba-tiba ia tidak terlihat babak belur lagi. “Oh tidak! Aku ingat, penyihir hitam kan punya kekuatan untuk menyembuhkan dirinya sendiri! Tidaaaaak!” teriak Natasha. “Rose, Natasha, aku punya satu cara untuk melawan Arnold!” bisik Li. “Apa itu?” tanya kami serempak. “LARI!!!!” Aku, Natasha, dan Li lari. Arnold mengejar kami.
Apakah Rose, Natasha, dan Li dapat lolos dari kejaran Arnold? Apakah kalian ingin tahu profil Rose dan teman-teman? Apakah ada manusia bermata kuning? (canda)
Tunggu saja!
Belieber (Katy Perry - E.T. parody)
I am freaking out now
My friend sings Justin Bieber
Although her voice’s so bad
My room is messy now
Just because my friend tried
To find the NSN
I said, “Go away!”
She didn’t do what I say
She kept on singing Baby
She sticks lots of posters
Of that ugly singer
You like a whole another guy
A different musician
Go away, my friend
Or I’ll kick you out of my big and wide room
*I hate Justin Bieber
Stop saving his weird photos
From Google Images
Stop singing his dumb songs
I don’t like the lyrics
It tells the same story
Friend, you’re a Belieber
Your English’s so bad
You’ve pissed me off right now
A wicked Belieber
Next time, if you’re coming
I’ll turn off my computer
So you can’t find his videos
I’ll hide my magazines
So you can’t borrow it again
You like a whole another guy
A different musician
Go away, my friend
Or I’ll kick you out of my big and wide room
(back to *)
You’re driving me crazy
I don’t know what do
Macaulay Culkin is better
I wanna get rid of Bieber
Let me play You Rock My World
I’ve had enough from you….oh!
(back to *)
A wicked Belieber
A wicked Belieber
Friend, you’re a Belieber
Your English’s so bad
You’ve pissed me off right now
A wicked Belieber
My friend sings Justin Bieber
Although her voice’s so bad
My room is messy now
Just because my friend tried
To find the NSN
I said, “Go away!”
She didn’t do what I say
She kept on singing Baby
She sticks lots of posters
Of that ugly singer
You like a whole another guy
A different musician
Go away, my friend
Or I’ll kick you out of my big and wide room
*I hate Justin Bieber
Stop saving his weird photos
From Google Images
Stop singing his dumb songs
I don’t like the lyrics
It tells the same story
Friend, you’re a Belieber
Your English’s so bad
You’ve pissed me off right now
A wicked Belieber
Next time, if you’re coming
I’ll turn off my computer
So you can’t find his videos
I’ll hide my magazines
So you can’t borrow it again
You like a whole another guy
A different musician
Go away, my friend
Or I’ll kick you out of my big and wide room
(back to *)
You’re driving me crazy
I don’t know what do
Macaulay Culkin is better
I wanna get rid of Bieber
Let me play You Rock My World
I’ve had enough from you….oh!
(back to *)
A wicked Belieber
A wicked Belieber
Friend, you’re a Belieber
Your English’s so bad
You’ve pissed me off right now
A wicked Belieber
Saturday, July 9, 2011
The Weird Kitchen Song (Sara Bareilles - King of Anything parody) by me!
I’ll cook the dinner
In my small and dirty kitchen
While you watch TV
I’ve got things to prepare before I start to cook
Like the pan and spatula don’t forget the oil
I’ve got to wash my hands
Although they are so clean
But I never care
So let me start cooking dinner
Without you wasting my precious time
Go watch the big game
I hate to break it to you, friend
I’m freaking out here
Where is the pepper?
*This is the weird kitchen song
So please help me
‘Cause I’m dying in the kitchen
And this is the weird kitchen song
Oh my!
Forgot to chop the onions
I need coriander
Cumin and galangal
For the veggie soup
But you expect me to
Buy it at the market
And the market is so far
Gotta ride a taxi
I’m also out of gas
Can’t continue cooking
You’re laughing at me
You’re so busy watching news
About the marriage of Prince William
I hate you, my weird friend
You must cook tomorrow
**This is the weird kitchen song
You must help me
To make the yummy veggie soup
And this is the weird kitchen song
Oh my!
Out of gas, gonna buy a jar
For all night, I’ve tried
To figure out how to grate the cheese
Licking the ginger
Waiting for my selfish friend
To buy me the spices
***This is the weird kitchen song
You helpless friend
Don’t you watch the television
‘Cause this is the weird kitchen song
Oh my!
The stuffed turkey is a big mess
(back to *)
Let me take a rest, friend
I am so tired
In my small and dirty kitchen
While you watch TV
I’ve got things to prepare before I start to cook
Like the pan and spatula don’t forget the oil
I’ve got to wash my hands
Although they are so clean
But I never care
So let me start cooking dinner
Without you wasting my precious time
Go watch the big game
I hate to break it to you, friend
I’m freaking out here
Where is the pepper?
*This is the weird kitchen song
So please help me
‘Cause I’m dying in the kitchen
And this is the weird kitchen song
Oh my!
Forgot to chop the onions
I need coriander
Cumin and galangal
For the veggie soup
But you expect me to
Buy it at the market
And the market is so far
Gotta ride a taxi
I’m also out of gas
Can’t continue cooking
You’re laughing at me
You’re so busy watching news
About the marriage of Prince William
I hate you, my weird friend
You must cook tomorrow
**This is the weird kitchen song
You must help me
To make the yummy veggie soup
And this is the weird kitchen song
Oh my!
Out of gas, gonna buy a jar
For all night, I’ve tried
To figure out how to grate the cheese
Licking the ginger
Waiting for my selfish friend
To buy me the spices
***This is the weird kitchen song
You helpless friend
Don’t you watch the television
‘Cause this is the weird kitchen song
Oh my!
The stuffed turkey is a big mess
(back to *)
Let me take a rest, friend
I am so tired
Subscribe to:
Posts (Atom)